Written by UAPM Inovasi 13:25 Berita Malang

Peringatan Aktivis HAM, Ditinggal Sebagian Pengunjung

  Rabu (7/9), Omah Munir mengadakan serangkaian acara untuk memperingati  12 tahun meninggalnya Munir Said Thalib, seorang aktivis Hak Asasi Manusia (HAM). Dimulai dengan kegiatan tabur bunga di makam Munir, lantas dilanjutkan sesi pemutaran serta diskusi Film Garuda’s Deadly Upgrade dan His Story pada malam harinya. Sejumlah 253 pengunjung dari kalangan aktivis, pers, dan mahasiswa ikut hadir dalam acara hari itu. Namun, sebagian pengunjung tampak meninggalkan Omah Munir saat diskusi film belum usai.

  Film Garuda’s Deadly Upgrade dan His Story, menceritakan kemunculan para pejabat penting maskapai penerbangan Garuda Indonesia yang diawali dengan terungkapnya tiga buah surat yang maksud serta tujuannya terkesan ganjil dan sulit dinalar publik. Film tersebut juga mencoba mengurai jejaring konspirasi yang ada di balik pembunuhan Munir. Riyanto seorang antropolog juga Direktur UBTV dan seorang teman Munir bernama Mohammad Najih, hadir sebagai narasumber dalam diskusi film malam itu.

  Pada sesi diskusi, yang membahas mengenai isi dan teknis pembuatan film-film yang telah diputar, sebagian pengunjung justru sudah meninggalkan Omah Munir. Heni Rochmawati, panitia acara itu, menyayangkan dengan adanya pengunjung yang pulang di tengah berlangsungnya acara. “Kita ingin mereka itu (pengunjung_red) mempunyai rasa memiliki bahwa Munir itu bukan hanya untuk kalangan aktivis. Munir itu milik kita semua,” ujar Heni.

  Sebagian pengunjung memang mengaku baru pertama kali datang ke Omah Munir dan hanya sekadar ingin menonton film. Lila Puspita Sari misalnya. Ia mengaku datang ke Omah Munir lantaran diajak oleh teman dan hanya ingin menonton film Munir. “Saya datang sebab diajak temen, cuma ingin nonton film aja. Dan karena juga sudah diajak pulang teman, ya ini mau pulang,” jelas mahasiswi Universitas Negeri Malang tersebut. Hal senada juga diungkapkan oleh Yudha Setiawan, pelajar SMK 3 Batu. “Ingin tahu film-film dokumenter itu seperti apa,” ujarnya saat ditanya mengenai alasannya datang ke Omah Munir malam itu.

  Heni mengungkapkan bahwa acara tersebut bukan hanya sekedar seremonial yang meriah bagi para pengunjung, khususnya pemuda yang datang malam itu. Melalui acara yang digelar hari itu, Heni mengharapkan pengunjung dapat meningkatkan kesadaran tentang HAM di Indonesia. Lebih lanjut, ia juga menjelaskan bahwa panitia ingin menyebarkan sikap keteladanan Munir mengenai penegakan HAM di Indonesia agar bisa menjadi contoh bagi generasi muda masa sekarang.

  Menurut Suciwati, istri almarhum Munir, ada banyak cara untuk menumbuhkan sikap simpati dan rasa bahwa Munir milik semua kalangan. Setidaknya, dengan datang ke acara Pekan Merawat Ingatan 12 Tahun Munir, tanpa paksaan dari orang lain untuk mengenal  lebih dekat sosok Munir, merupakan cara tepat untuk menumbuhkan sikap simpati terhadapnya. “Saya akan lebih suka orang itu datang atas kesadarannya bukan karena paksaan,” katanya.

  Mengenai sosok Munir, Kristianto Budi Prabowo, pendeta yang juga menjadi pengurus Gusdurian Malang Raya, mengungkapkan bahwa Munir merupakan sosok ksatria yang nyata di Indonesia. “Munir ini adalah sosok paling real kalau orang mau mempraktikkan nilai-nilai ksatriaan, dan itu sesuai dengan sosok Munir,” ungkap laki-laki yang kerap disapa Tatok itu.

  Perjuangan Munir memang tidak luput dari berbagai teror, berupa ancaman kekerasan dan pembunuhan terhadap diri dan keluarganya. Seperti yang dilansir halomalang.com (7/9), saat menjabat sebagai koordinator Komisi Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Munir dikenal sebagai seorang pejuang bagi orang-orang hilang yang diculik pada masa itu. Ia membela para aktivis yang menjadi korban penculikan Tim Mawar dari Komando Pasukan Khusus (Kopassus) yang dipimpin oleh Prabowo Subianto, Ketua Umum Partai Gerindra. Setelah Presiden Suharto lengser dari jabatannya, penculikan itu menjadi alasan pencopotan Prabowo sebagai Komandan Jenderal (Danjen) Kopassus dan diadilinya para anggota Tim Mawar. Munir juga pernah menjabat sebagai penasihat hukum dalam kasus hilangnya 24 aktivis dan mahasiswa di Jakarta tahun 1997-1998. [Syams Shobahizzaman]

(Visited 7 times, 1 visits today)

Last modified: 12 September 2016

Close