Written by UAPM Inovasi 08:21 Berita Kampus

UIN Batasi Pemberitaan PERS Mahasiswa

sumber gambar: aima.net.au

sumber gambar: aima.net.au

 

Proses kritik terhadap pelayanan kampus, dilakukan oleh mahasiswa melalui Lembaga Pers Mahasiswa, UAPM INOVASI. Kritik mahasiswa yang dilayangkang kepada pihak birokrat, salah satunya melalui surat pembaca. Misalnya kritik Moch Sahrul Huda, mahasiswa Jurusan Kimia, kala itu mengkritik jangan hijau atapnya saja. “Kampus uin harus menggerakkan program penghijauan. Bukan hanya penghijauan pada atap kampus, tetapi penghijauan dengan menanam pohon di sekitar kampus dan ma’had,” ujarnya, yang termaktub dalam media Patriotik Edisi Juni 2013.

Kritik mahasiswa melalui inovasi, dinilai menyakitkan oleh Sugeng Litsyo Prabowo, selaku Wakil Rektor (WR II) II bidang Administrasi Umum, Perencanaan dan Keuangan (AUPK). Pada kesempatan audiensi dana organisasi mahasiswa intra kampus (OMIK) yang dilaksanakan Rabu (10/06) di Sport Center (SC) kala itu, sugeng menjelaskan tidak ada istilah kritik yang sifatnya membangun. “Saya kira istilah kritik membangun itu tidak ada. Kritik itu tetap menyakitkan,” ujarnya.

Setelah dikonfirmasi lebih lanjut terkait istilah kritik membangun (22/06), sugeng menegaskan kembali bahwa kritik membangun itu tidak ada. “Kritik ya kritik, gak ada kritik yang membangun itu”, ujarnya. Menurutnya, sering kali sivitas akademika bercerita kepada orang lain dengan bagus dengan bangganya, tapi malah kita telanjangi sendiri.

Dalam mengembangkan status World Class University (WCU) di bidang akademik, tahun 2013 melalui Surat Keputusan (SK) bernomor 2753 UIN Maliki Malang membuka jurusan baru, farmasi. Ardi Mukhoffah mahasiswa farmasi semester II kala itu menyuarakan kritik terhadap pelayanan kampus terkait laboratorium (lab) bagi jurusan farmasi. “Tidak adanya laboratorium farmasi secara mandiri, nantinya tidak akan menunda matakuliah. Penundaan matakuliah, disebabkan karena praktikum di jurusan farmasi  harus mengikuti jadwal matakuliah yang mengekor pada penentuan laboratoium terlebih dahulu,” ujarnya, yang termaktub dalam buletin Patriotik Edisi Juli 2014.

Pihak kampus dan universitas saat itu hanya mengajukan pilihan sementara kepada jurusan farmasi dengan penempatan lab farmasi akan dipindah ke Pascasarjana, daerah Batu. Sayangnya, rencana itu bertentang dengan Standar yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan RI Badan PPSDM Kesehatan Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan, tahun 2010 HK 03.05/IV/14363.1/2010 tentang Standar Laboratorium Pendidikan Tenaga Kesehatan. Pada akhirnya kampus hanya memberikan solusi penempatan lab farmasi di ruang kelas jurusan Biologi, gedung C lantai 1.

Kritik mahasiswa terhadap kegiatan orientasi kampus dan jurusan dilayangkan kepada pihak birokrat, pada Q-post Edisi XIVII/Agustus 2014, Edisi OPAK 2014 “Wakil Rektor Tiga: “Orientasi Jurusan Tidak  boleh Melibatkan Kerja Fisik”, oleh Rachmad Imam Tarecha. Kritik mahasiswa terhadap dunia pendidikan yang kerap kali terjerat kasus-kasus hukum. Mulai dari pendidikan kanak-kanak hingga perguruan tinggi. Seperti kasus pedofilia di Jakarta International School (JIS) yang diduga dilakukan oknum guru, hingga kasus Fikri Dolasmantya yang menghembuskan nafas terakhir saat mengikuti kegiatan planologi di Goa Cina Malang Selatan, ia diduga mengalami tindak kekerasan. Menanggapi kritik mahasiswa terkait orientasi kampus dan jurusan, Agus Maimun selaku Wakil Rektor (WR III) III bidang Kemahasiswaan berkomentar dengan mengatakan melakukan pengurangan kegiatan lapangan pada Orientasi Pengenalan Akademik (OPAK) kala itu. Menindaklanjuti pengurangan kegiatan di OPAK, juga diberlakukan dengan pengurangan kegiatan Orientasi Jurusan (OSJUR) melalui surat edaran evaluasi OPAK 2014 ke setiap Wakil Dekan III, bidang kemahasiswaan dan Alumni. Surat edaran tersebut di tandatangai oleh Kabag Kemahasiswaan, mengatasnamakan WR III bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama.

Kritik dari mahasiswa tidak berhenti sebatas media Patriotik dan Q-post. Tahun 2013, liputan pada rubrik teropong kampus, dalam majalah Inovasi Edisi XXX, harus mengalami tahap koreksi tulisan dari pihak kemahsiswaan. Menurut Mujaid Kumkelo selaku Kepala Bagian Kemahasiswaan dan Alumni menjelaskan kepada Inovasi, bahwa kampus uin maliki malang tidak membolehkan berita dengan judul awal “kampus Islam atau NU”, beredar di lingkungan kampus. Ia menjelaskan bahwa jika tetap menggunakan judul tersebut, nantinya akan mengkonflikkan kedua organisasi keagamaan. Menurutnya, kedua organisasi keagamaan di kampus UIN Maliki Malang telah lama dijaga dan diusahakan agar tetap begandengan. Jika kedua organisasi kegamaan itu konflik, maka islam pun akan rugi. “Berita itu lalu provokatif, itu gak boleh”. Ujarnya. Sehingga, judul awal berita pada rubrik teropong kampus itupun harus dirubah judul, menjadi “khozin: PTAIN harus di posisi netral”.

Mujaid beranggappan bahwa berita tentang organisasi keagamaan itu termasuk bagian dari masukan terhadap kampus, dan juga bagian dari kritik. Selain koreksi terhadap judul, beberapa isi tulisan juga ikut menjadi sorotan pihak kemahasiswaan kala itu. Tulisan yang berisikan tentang adanya perbedaan tradisi organisasi keagamaan di dalam suatu kampus, mengkritik bahwa kampus yang sejatinya kampus islam, bukan milik golongan tertentu. Terlebih berdirinya kamus ini berada di Negara pluralis, yang hidup bebarengan dengan bermacam-macam perbedaan. Berita itupun harus mengalami koreksi struktur kata di sana -sini. “pilihan kata aja sih yang gak pas” ujarnya.

Dari beberapa contoh kritik mahasiswa yang dilayangkan ke pihak birokrat melalui inovasi, semata-mata digunakan untuk membenahi pelayanan yang kurang memadai. Mulai dari pelayanan mutu, sistem siakad kampus dan akdemik, sistem mahad, sistem kaderisasi OMIK, hingga kritik untuk sistem pendanaan OMIK. “Kritik terhadap sebuah institusi atau lembaga itu sangat perlu, karena mengingat ketika kritik sudah dibungkam, maka tirani-tirani birokrat yang memanfaatkannya,” papar M. Izuddin, mahasiswa fisika semester IV.
Dilain kesempatan, sugeng mengakui bahwa inovasi sebagai media penyalur kritik mahasiswa, merupakan bagian dari sivitas akademika Universitas. Menurutnya, inovasi diarahkan memilih tulisan kepada pembuatan berita terpilih yang menimbulkan citra baik UIN Maliki Malang di masyarakat.

Ketika suatu pemberitaan di media mengarah ke visi dan misi suatu instansi pendidikan, maka kebebasan pers dan media, direnggut. Kritik melalui tulisan dalam inovasi di kampus mengalami pembatasan berekspresi dari pihak kemasiswaan. Hal itu dibuktikan dengan adanya koreksi dari pihak birokrat.  Mujaid menegaskan bahwa majalah apapun yang dibiayai oleh kampus, atau institusi apapun paling tidak memiliki kontribusi terhadap kampus. “Tidak boleh bertentangan dengan visi-misi kampus,” ujarnya.

Suatu pembuatan berita yang mengharuskan patuh terhadap suatu nilai tertentu, akan menimbulkan berita tersebut akan condong ke pihak tertentu saja.  Sedangkan suatu berita harus bebas nilai, agar  pemberitaan tersebut tidak subjektif. Dalam buku “agama saya adalah jurnalisme”, karya andreas harsono, menceritakan bagaimana nilai suatu berita yang terbit, jika seorang wartawan dan medianya yang diminta untuk bersikap nasionalis dan menjadi anak bangsa di Negara sendiri. Secara sederhana, mereka tidak lagi independen dan demokratis dalam memberitakan apa yang terjadi, melainkan condong ke pihak tertentu.

Konsep Negara demokrastis, menurut mujaid yakni dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Ia kemudian mengkonteksuaslisasikan konsep Negara demokratis pada kampus UIN Maliki Malang. “Dari sivitas akademika, oleh sivitas akademik, dan bagi sivitas akademika,” ujarnya. 

Sebagai sebuah miniatur sebuah negara, di lingkungan kampus terdapat proses dialektis didalamnya. Termasuk juga kritik dialektis. Konsep kritis dialektis tak jauh dari konsp dialektis Hegel. Menurut Hegel, dialektis merupakan suatu gerak pemikiran kritik yang berusaha menemukan alasan di dalam sesuatu yang bertentangan atau bernegasi. Metode dialektis terdiri dari tiga tahap. Tesis, yakni membangun suatu pernyataan tertentu. Antitesis, yakni suatu pernyataan yang menolak tesis. Sintesis, yakni upaya untuk mendamaikan tegangan antara tesis dan antitesis.

Bedasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 4 Tahun 2014, kampus UIN Maliki Malang memiliki hak otonom untuk mengatur pengelolaan perguruan tinggi. Dimulai dari sistem akademik, pelayanan kepada mahasiswa hingga penetapan kebijakan-kebijakan di dalam kampus. Seperti kritik  mahasiswa terhadap perbedaan tradisi organisasi keagamaan di kampus, mengalami pembatasan kebebasan dalam hal kritik, hal inilah sebagai tesis. Keadaan berlawanan yang tampil yaitu mahasiswa akan menolak kebijakan, dengan salah satu cara berdemo agar kritik mahasiswa didengar pihak kampus, antitesisnya. Kedua pemikiran tesis dan antitesis terhadap kampus, jika bertemu dalam bentuk sintesis yaitu sebuah kampus demokrastis.

Menanggapi masalah kritik mahasiswa melalui media mahasiswa, kampus UIN Maliki Malang memberlakukan media mahasiswa di institusi pendidikan sama halnya seperti media informasi Tempo pada rezim orde baru. Pada rezim orde baru, media-media informasi yang tidak tunduk kepada pemerintahan presiden Soeharto mengalami pemberedelan. Tahun 1994, majalah Tempo dibredel oleh Menteri Penerangan Harmoko atas perintah Presiden Soeharto, akibat adanya laporan utama investigasi tentang skandal pembelian 36 unit kapal perang eks-Jerman Timur oleh Menteri Riset dan Teknologi B.J. Habibie. Di lingkungan kampus UIN Maliki Malang sendiri, inovasi harus mengalami perubahan judul dan perubahan beberapa substansi berita. Jika tidak dirubah, majalah inovasi edisi XXX tidak terbit, atau mengalami pembredelan. Tindakan perubahan dari pihak birokrat kampus, bertujuan agar tidak menelanjangi institusi yang mendanai.

Dikampus UIN Maliki Malang, sebenarnya terdapat Lembaga Penjaminan Mutu (LPM) yang berada langsung di bawah naungan birokrat kampus, yang berfungsi untuk mengawal kepastian pelayanan yang dilakukan oleh kampus kepada mahasiswa. “Kita sebenarnya hanya memberi koreksi dan penilaian terhadap lembaga”, ujar A. Muhtadi Ridwan selaku kepala LPM.

Melalui penjamin mutu tersebut, Universitas mengaudit layanan mutu kampus yang dirasakan mahasiswa, melalui quisioner. Tindakan quisioner diambil dengan tujuan menilai kinerja internal kampus dan menilai setiap kesalahan yang terjadi. Kesalahan itu kemudian nantinya diperbaiki kembali melalui prosedur yang sesuai. Sayangnya secara fisik, quisoner setiap semester yang dilakukan oleh LPM hanya bersifat tertutup dan terfokus untuk menilai terhadap pelayanan yang diberikan oleh dosen.

Penilaian tertutup dibuktikan dengan pilihan yang diberikan kepada mahasiswa berupa angka 1,2,3,4, dan 5 yang mewakili predikat buruk sekali hingga sangat baik. Padahal, pelayanan yang diterima oleh mahasiswa tidak  sebatas itu saja. Melainkan hak-hak lain mahasiswa dalam kampus yang harus dipenuhi oleh penyelanggara pendidikan. Seperti, hak politik, hak menerima pelayanan dan hak kebebasan berpendapat. Jika media mahasiswa sebagai penyalur kritik terhadap pelayanan kampus dibatasi, kampus akan antikritik terhadap kritik dari mahasiswa melalui media mahasiswa. “Kritik yang bersifat dan berorientasi untuk mengkonstruk dan memperbaiki, saya kira harus ada,” ujar Muhtadi. [Ahmad Ilham ramadhani]

(Visited 29 times, 1 visits today)

Last modified: 05 Februari 2016

Close