Senin sore (3/4) massa aksi yang tergabung dalam Aliansi Suara Rakyat (Asuro) ini melakukan longmarch dari Stadion Gajayana Malang sampai Kantor DPRD Kota Malang, untuk menyuarakan tuntutan. Aksi ditujukan salah satunya untuk menuntut atas perubahan status Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang kini dalam naungan lembaga eksekutif, sebagaimana tercantum dalam UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pasal 1 ayat (3).
KPK sendiri merupakan Lembaga independen di Indonesia yang bertugas untuk memerangi kasus korupsi di seluruh lini tanpa intervensi dari pihak manapun. Namun, sejak tahun 2019 dengan munculnya Undang-Undang baru terkait KPK, status KPK sebagai lembaga yang punya kewenangan sendiri dalam menjalankan tugasnya, berubah menjadi sebuah Lembaga independen yang dinaungi oleh Lembaga eksekutif. Tidak hanya itu, KPK juga tidak lagi memiliki wewenang terkait penyidikan dan penyadapan kasus korupsi di luar instansi pemerintahan.
Dimas Aqil, selaku Koordinator Lapangan (Korlap) Aksi menganggap bahwa perubahan status kelembagaan KPK ini bagian dari pendukung kebijakan yang lahir setelahnya. Mulai dari Cipta Kerja sampai ke masalah Ibu Kota Nusantara (IKN). “Tetapi ini untuk siapa, tentu untuk Investor,” tegasnya. Orientasi kebijakan-kebijakan yang lahir ini bukan untuk masyarakat, tapi untuk kepentingan segelintir orang, lanjut Dimas, termasuk isu KPK.
Baca Juga: Tolak Pengesahan Omnibus Law, Aliansi Untuk Demokrasi Gelar Unjuk Rasa
Ramli Abdul Razak, selaku Koordinator Lapangan (Korlap) menjelaskan bahwa aksi yang dilatarbelakangi isu rencana pengesahan Omnibus Law RUU Cipta Kerja ini melingkup dua tuntutan besar, yaitu Perekonomian dan lingkungan…..
Ali Fikri Hamdani, salah seorang masa aksi mengatakan bahwa dengan perubahan status KPK yang saat ini, tidak hanya memiliki dampak kemunduran KPK secara kelembagaan, akan tetapi juga tugasnya sebagai pemberantas korupsi tidak lagi efektif, termasuk di Perguruan Tinggi.
“Sangat rentan, ya. Sekalipun KPK mau tidak dirubah statusnya itu sebetulnya Perguruan Tinggi sangat rentan karena celah di Perguruan Tinggi sangat lebar,” ujar Ali. Celah yang dimaksud oleh Ali adalah seperti tertutupnya keterbukaan publik, misal alokasi anggaran Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang informasinya tidak terbuka.
Kerentanan Korupsi Di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
UAPM INOVASI meliput aksi ini untuk mempertanyakan tentang dampak perubahan status KPK ini terhadap potensi korupsi yang berada dalam lingkup Perguruan Tinggi. Menurut catatan Diana Almira Serafina, dalam Gurita Korupsi Perguruan Tinggi: Studi Kasus dan Potensi Korupsi Perguruan Tinggi di Malang Raya (2014-2021) bahwa dalam kurun waktu tersebut, setidaknya di Malang, terdapat tiga kampus yang jadi tersangka korupsi. UIN Malang, Universitas Negeri Malang, dan Unikama, dengan akumulasi total kerugian negara sebesar 23 Miliar.
Pada tahun 2012 UIN Maulana Malik Ibrahim Malang terjerat dalam kasus korupsi pembangunan kampus tiga. Adapun bentuk korupsinya adalah korupsi pengadaan lahan. Lahan yang dibebaskan untuk kepentingan pembangunan Kampus II UIN Malang, di Junrejo, Masalahnya antara lain, adalah pemalsuan status kepemilikan tanah dan kurangnya biaya ganti rugi dana yang seharusnya diterima warga. Total kerugian sebagaimana disebutkan berjumlah 3 Miliar.
Muammar Nur Islami, Mahasiswa UIN Malang Angkatan 2013, yang sempat ikut menyaksikan fenomena korupsi Kampus II ini bercerita, bahwa pada tahun-tahun proses pengauditan, memang KPK sempat ingin terlibat. Kendati, jumlah 3 Miliar, menurut catatan Amar, jumlah segitu dalam perspektif KPK terbilang sedikit untuk diproses lebih lanjut. Dalam kata lain, KPK tidak terlibat langsung dalam proses tindak lanjut, meskipun dari sana banyak membantu proses teknis penganan kasus korupsi kepada Mahasiswa yang saat itu terlibat mengadvokasi masalah ini, “Dan waktu itu, KPK lagi apa ya, namanya, mengupas banyak kasus yang nilainya lebih besar dan diprioritaskkan,” terang Amar.
Baca Juga: Dinilai Mencoreng Demokrasi, BEM Malang Raya Tolak Tiga Periode
Penolakan tiga periode menjadi salah satu tuntutan dalam aksi demonstrasi di depan Balai Kota Malang pada Selasa siang (12/04). Aksi tersebut diinisiasi oleh aliansi mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Malang Raya. Sebenarnya terdapat 33 BEM se-Malang Raya yang tergabung dalam aliansi tersebut, namun yang ikut turun dalam aksi gerakan pada hari ini hanya ada 15 BEM…..
Sementara itu, Dhiya Al Uyun, anggota Kaukus Indonesia Untuk Kebebasan Akademik (KIKA), menilai bahwa memang isu korupsi di Perguruan Tinggi sudah menjadi isu umum. Belum lagi, masalah privatisasi perguruan tinggi yang kian memperlebar celah korupsi di Perguruan Tinggi, sehingga Perguruan Tinggi lebih banyak didominasi urusan transaksi (bisnis, red). “Kita tinggal menunggu saja, apakah itu mampu diungkapkan oleh penegak hukum kita atau tidak, atau penegak hukum kita lebih cenderung mengurusi kasus remeh temeh seperti kasus Haris-Fatia,” tegas Dhiya kepada kami. “Yang sebenarnya universitas itu adalah lembaga pendidikan bergeser menjadi sebuah perusahaan atau corporate. Para intelektual jadi bergeser jadi intelektual yang kelas kambing gitu, yang hanya mengamini situasi-situasi di sekitarnya,” tambah Dhiya menyikapi masalah ini. []
Editor: Ajmal Fajar Sidiq
aliansi Demonstrasi Korupsi mahasiswa malang
Last modified: 05 April 2023