Written by UAPM Inovasi 02:00 Majalah INOVASI, Produk • One Comment

MAJALAH INOVASI EDISI 33 TAHUN 2016

DOWNLOAD NOW

MAJALAH INOVASI EDISI 33 TAHUN 2016


SALAM REDAKSI

Madura dan Korporasi Asing

Ada beberapa fakta yang patut direnungkan, terkait rencana Industrialisasi Pulau Madura. Pertama, pembangunan Jembatan Suramadu yang menelan biaya Rp 4,5 triliun itu, sekitar Rp 2,1 triliun di antaranya berasal dari konsorsium Cina. Kedua, sejak diresmikannya Suramadu, banyak investor Cina yang mendapat izin ekploitasi dan eksplorasi minyak dan gas (migas) di Madura. Ketiga, selain sektor migas, para pengusaha Cina juga terlibat dalam beberapa proyek pembangunan infrastruktur, salah satunya pembangunan jalan raya pelabuhan Socah menuju Suramadu.

Ini fakta dari satu sisi. Dari sisi yang berlawanan, ada fakta yang tak kalah menarik. Awal tahun 2012, Amerika Serikat (AS) melakukan manuver udara di Indonesia. Satelit-satelit pengindra Sumber Daya Alam AS, Landsat-I sampai VII, melintas di wilayah udara Indonesia pada ketinggian 36 ribu km di atas permukaan laut. Konon, pemantauan satelit tersebut berhasil menemukan beberapa cekungan migas, termasuk di Sampang. Dan, beberapa bulan kemudian, Presiden AS Barrack Obama menambah 2.500 marinir angkatan lautnya di Darwin, Australia.

Tanggal 8 Maret 2012, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) merilis temuan mengejutkan; konflik Sunni vs Syiah di Sampang sengaja diciptakan untuk kepentingan eksplorasi minyak. Salah satu lokasi yang akan dibor adalah lahan milik Sunandar, seorang penganut Syiah asal dusun Nangkernang, Omben, Sampang. Sunandar menolak menjual lahannya. Padahal, penanaman pipa gas sepanjang 2-3 kilometer harus melewati dusun Nangkernang.

Temuan Kontras ini dirilis pada bulan Maret 2012. Dan, bulan Agustus 2012 atau 5 bulan setelah Kontras merilis temuannya, warga Syiah di dusun Nangkernang benar-benar diserang oleh warga Sunni. Pertanyaannya, adakah hubungan antara keengganan warga Syiah menjual tanah, dengan rencana eksplorasi migas di kawasan itu? Jika warga Syiah benar-benar dipindah (direlokasi), siapakah yang akan “menguasai” bekas tanah mereka yang kaya minyak itu?

Awal September 2012, seorang pria Australia berinisial TH melakukan penelitian soal potensi konflik Sunni-Syi’ah di Desa Nangkernang. TH mengaku sebagai pemantau HAM, tapi kemudian dideportasi ke Australia karena persoalan izin keimigrasian. TH diusir bersama AH, seorang aktivis Human Riwght Watch (HRS) yang berbasis di New York AS. Pertanyaannya, apakah hanya kebetulan saja jika keduanya berasal dari Negara yang menguasai sektor migas di Madura (AS dan Australia)? Kenapa kasus yang “hanya” menelan satu korban jiwa itu, tiba-tiba mendapat sorotan tajam Amerika, Australia, dan Dewan HAM PBB?

Mari kita dibandingkan kasus Sampang dengan kasus Irak dan Afghanistan. Tahun 2003, Irak dan Afghanistan diserang oleh AS dengan berbagai dalih. Dan kini, sumber-sumber minyak di Irak dikuasai para investor asal AS. Sedangkan Afghanistan kini menjadi jembatan penghubung saluran pipa gas AS sepanjang 9 ribu mil dari Negara-negara bekas Uni Soviet menuju Pakistan.

Ada lagi kasus yang lebih mirip. Yakni kasus Arakan di Myanmar dan Sudan Selatan. Di dua Negara ini, pernah terjadi pertikaian etnis yang melibatkan konflik kepentingan perusahaan-perusahan migas asal AS melawan perusahaan-perusahaan migas asal Cina.

Jika rangkaian fakta-fakta ini dirajut, akan tampak bahwa AS tidak suka keberadaan para pengusaha Cina yang mulai menguasai sumber-sumber migas dan proyek-proyek infrastruktur di Madura. Jika kesimpulan ini benar, maka rencana industrialisasi Pulau Madura perlu didesain ulang, agar Madura tidak menjadi arena “perang migas”. Inilah alasan Khidmah mengangkat tema industrialisasi Madura. Selain untuk mewaspadai masuknya kepentingan asing, pemilihan tema ini juga bertujaun agar masyarakat Madura mengetahui besarnya potensi alam yang mereka miliki.

Selamat membaca!

Redaksi

(Visited 105 times, 1 visits today)

Last modified: 29 September 2018

Close