Written by Rakhan Wardhanni 20:22 Berita Malang, Straight News

Refleksi Perjuangan Munir lewat Nonton Bareng dan diskusi Film ‘Bunga Dibakar’

Acara nonton bareng dan diskusi film “Bunga Dibakar” sebuah film dokumenter digelar pada Selasa sore (5/9) di Cafe Pustaka Universitas Negeri Malang (UM). Refleksi dan kesaksian perjuangan Almarhum Munir dijelaskan lewat Suciwati, istri Almarhum Munir, yang turut hadir menjadi pembicara pada acara ini.

Suciwati menyadari bahwa perjuangan yang panjang dan upayanya untuk mengusut tuntas kasus pembunuhan suaminya memiliki banyak tantangan. Salah satunya adalah semangat yang naik turun. Suciwati memberikan contoh, misalnya, ketika aktivis reformasi yang kehilangan semangat dan justru memilih menjadi bagian dari rezim yang dulu dikritik oleh mereka. “Mungkin saya juga sedikit momen-momen merefleksikan diri bahwa kenapa mahasiswa gampang sekali dipatahkan karena para mantan aktivis orang-orang yang sudah memilih kemudian menjadi bagian dari rezim itu memberikan contoh buruk,” terangnya.

Baca Juga: Peringatan 11 Tahun Munir

Akmal selaku Kepala Divisi Monitoring Hukum dan Peradilan MCW, berpendapat bahwa penegakan HAM di Indonesia belum terurus dengan baik, “Tidak terungkapnya kasus Munir adalah bukti nyata bahwa masih banyak yang perlu diperbaiki dalam penegakan hukum di Indonesia” ungkapnya. “Kasus Munir tidak boleh diulang lagi, kasus Munir harus dituntaskan dan kasus pelanggaran HAM lainnya,” tambah Akmal.

Acara ini juga menarik perhatian para peserta yang datang untuk menonton dan berdiskusi. Candra Wahyu Widiyanto, mahasiswa Pendidikan Sejarah dari UM, mengaku datang karena ingin lebih mengetahui seperti apa sosok beliau, “terutama kisah perjuangannya sebelum kematiannya,” ungkapnya.

Berbeda dengan Candra, Raka Marikatom, mahasiswa Ilmu Sosial UM, awalnya memang sudah mengenal Munir lewat kasus-kasus yang ia pelajari melalui bacaan. Hari ini, Raka memilih hadir, karena ingin ikut merefleksikan kasus Munir secara langsung bersama Suciwati. “Kali ini saya berkesempatan khusus dapat mendengar langsung dari istri almarhum Munir, Ibu Suciwati. Saya sangat terdorong untuk mendorong hak asasi manusia terutama dalam pelanggaran HAM berat ini,” terang Raka.

Diskusi yang berlangsung setelah penayangan film ini membuka peluang untuk berbicara lebih lanjut mengenai perkembangan kasus Munir. Salah satunya, adalah perbincangan tentang kepastian pembunuh, yang diungkapkan oleh Bjorka September tahun lalu. Bjorka dalam laman twitternya, melampirkan dokumen pemerintah yang berhasil ia retas, dengan keterangan Muchdi Purwopranjono sebagai dalang di balik pembunuhan Munir.

Menanggapi Bjorka, Suciwati mengungkapkan bahwa apa yang dipublikasi oleh Bjorka, menjadi bukti penguat bahwa kasus ini adalah pelannggaran Berat HAM. Pasalnya, tidak ada kasus pelanggaran HAM yang kadaluwarsa, kendati berdasarkan pasal 78 KUHP menyatakan tenggat kasus kejahatan yang sudah berjalan tanpa vonis, selama lebih dari 18 tahun dianggap selesai. “Kasus ini tidak ada masa kadaluarsanya dan harusnya ditetapkan sebagai kasus pelanggaran HAM berat,” ujar Suciwati.

Suciwati juga menegaskan kepada  peserta diskusi agar terus belajar tentang pentingnya perjuangan dan kesadaran terhadap pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia. Dia tidak ingin kejadian seperti suaminya, anak Sumarsih dan penculikan Wiji Thukul terjadi lagi saat ini dan tidak ada kepedulian dari masyarakat. “Kalian keluar dari sini, kalian harus membangun kesadaran pada diri sendiri, mencari tahu fenomena itu. Apa sih kasus-kasus HAM berat yang ada di Indonesia? Perlunya apa sih kita mempelajarinya?” pungkas Suciwati. []

Editor: Wildan Firdausi

(Visited 242 times, 1 visits today)

Last modified: 06 September 2023

Close