Written by UAPM Inovasi 10:49 Majalah INOVASI, Produk • 8 Comments

Majalah INOVASI Edisi 38 Tahun 2024

Memulai sesuatu memang sering terasa mudah. Namun mempertahankannya? Di situlah seni yang sesungguhnya, seni yang kerap penuh luka.

W.S. Rendra pernah berbisik lewat baitnya, “Kesadaran adalah matahari, kesabaran adalah bumi, keberanian menjadi cakrawala, dan perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata.” Namun, tahun ini, perjuangan kami lebih sering menyerupai daun kering dihembus angin—lelah, lamban, dan kadang hilang arah.

Kepengurusan tahun 2024 berjalan bagai meniti jalan berlubang: langkah-langkah kolektif terseok oleh kesibukan pribadi. Bahkan untuk sekadar menepati tenggat waktu, profesionalisme masih menjadi angan. Waktu bergulir tanpa ampun. Tahun hampir usai, dan banyak yang harus diselesaikan dengan tergesa. Agenda-agenda penting seperti Diklat Inti dan Upgrading Skill of Journalism hanya sempat dipersiapkan dalam waktu kurang dari dua minggu.

Ada bosan yang kerap menyergap. Setahun penuh, kami berusaha mempersiapkan majalah ini untuk terbit di bulan Juli 2024. Kenyataannya, Inovasi terlambat lebih dari enam bulan. Permintaan maaf dan segunung apologi tidak akan cukup untuk menjelaskan mengapa. Berkali-kali kami harus memompa mental untuk menjawab pertanyaan yang sama, kapan majalah ini terbit? Sebuah pertanyaan yang terdengar ringan, bahkan sering dilontarkan dengan nada bercanda, tapi menohok. Jawaban kami? Hanya kalimat usang, “Sebentar lagi.”

Namun, “sebentar lagi” itu sendiri menjadi momok. Waktu yang samar, remang, tak pasti. Tiga bulan? Enam bulan? Delapan bulan? Kami tak mampu memberi kepastian. Di balik ini semua, majalah ini pun mengalami krisis. Tahun ini, para penulis adalah wajah-wajah baru tanpa pengalaman proses awal dan menulis untuk edisi sebelumnya. Belajar dari awal menjadi satu-satunya jalan. Pelatih kami hadir, menuntun mulai dari observasi, outline, wawancara, hingga penyuntingan. Setiap proses menjadi perjalanan yang memaksa kami menelan kegagalan bersama-sama.

Kegagalan itu ternyata berlipat. Dari mereka yang awalnya mendaftar untuk menulis liputan, satu per satu mundur. Hingga akhirnya, redaktur pelaksana majalah tak lagi menunjukkan tanda-tanda menghidupkan roda. Kekosongan itu memaksa pemimpin redaksi dan sekretaris menyusun ulang segalanya, hanya dalam dua bulan. Akhir Oktober hingga Desember menjadi masa kritis. Pelatih kami kembali hadir—menuntun, mengoreksi, bahkan memarahi. Kami yang tersisa berkomitmen untuk menyelesaikan tugas. Draft liputan kami perbaiki, tanggung jawab kami tata ulang. Diskusi-diskusi pun kami bawa ke luar kampus, demi mencari arah.

Pasang surut nasib majalah akhirnya berakhir di sini. Namun, tanda titik tak pernah ada. Kami masih membutuhkan banyak perbaikan dan pembelajaran. Kepada setiap pembaca setia, kami ucapkan terima kasih. Inilah bingkisan dari kami berupa berbagai tulisan, dari berita hingga non berita.

Sajian utama kami mengupas masalah di Kampus 3 UIN Malang, termasuk kenaikan biaya ma’had tanpa transparansi, fasilitas tidak memadai, dan kebijakan yang tidak didukung sarana. Ketidaksesuaian informasi awal biaya dan ketiadaan rincian penggunaan dana memicu keresahan. Demonstrasi mahasiswa menuntut perbaikan janji fasilitas, tetapi birokrasi gagal merespons memadai. Kebutuhan dasar yang tak terpenuhi bertentangan dengan visi universitas dan regulasi keterbukaan informasi, membebani mahasiswa, terutama bagi mahasiswa dari keluarga kurang mampu.

Selanjutnya, rubrik Sajian Khusus menghadirkan potret getir kehidupan sopir angkot di Kota Malang yang berjuang di tengah tantangan zaman. Penumpang semakin langka, persaingan dengan ojek online meningkat, dan kenaikan biaya operasional membuat pendapatan tak menentu. Tanpa kemampuan beradaptasi dengan teknologi atau kendaraan yang memadai, mereka hanya bisa bertahan, mengandalkan keyakinan pada rezeki sambil menyaksikan kursi-kursi angkot yang semakin sering kosong di jalanan kota.

Begitu pula di edisi ini, dua rubrik feature turut melengkapi. Feature pertama menyoroti bagaimana tragedi Kanjuruhan, yang merenggut ratusan nyawa, menjadi titik balik bagi solidaritas suporter dan masyarakat melalui seni visual dan media sosial. Dengan gerakan seperti Paper Power dan Tribun Melawan, seni poster dan narasi digital diubah menjadi alat perlawanan terhadap ketidakadilan, pengabaian hak-hak korban, dan buruknya tata kelola sepak bola di Indonesia.

Berikutnya, Feature kedua menggambarkan bagaimana perjuangan para ibu dari anak berkebutuhan khusus, seperti Sandra dan Sumarliyah, membangun kesadaran masyarakat agar tidak memberikan pandangan iba, melainkan penghormatan, sekaligus memastikan anak-anak mereka dapat tumbuh mandiri dan dihargai dalam kehidupan bermasyarakat, terutama ketika mereka tidak lagi ada untuk mendampingi.

Selain itu, edisi ini menghadirkan rubrik-rubrik seperti Fiksi, Larik, Resensi, Sudut Pandang, dan Komik. Spesialnya, edisi kali ini kembali menghadirkan rubrik Introspeksi yang setelah lama absen, diisi oleh pelatih UAPM Inovasi tahun 2024. Rubrik ini mengisahkan jatuh bangun bagaimana pengurus UAPM Inovasi generasi Z menjaga keberlanjutan visi “Memihak Kesadaran Nurani” dalam menghadapi berbagai tantangan internal, seperti kurangnya komitmen dan komunikasi, serta kendala eksternal, termasuk represi birokrasi kampus dan dampak pandemi, sambil tetap menghasilkan karya jurnalistik berperspektif kritis yang berdampak bagi masyarakat. 

Kini, majalah ini ada di tanganmu pembaca. Apa pun bentuknya, inilah hasil jerih payah kami. Sebuah proses panjang penuh warna, mulai dari semangat menyala hingga keputusasaan yang pekat. Meski begitu, kami sadar majalah edisi ini masih jauh dari sempurna. Kritik dan saran dari pembaca sangat kami nantikan. Sebab, itulah yang akan menjadi cermin kesadaran dan tanggung jawab kami. Kami mencoba memilih untuk memihak kesadaran hati nurani.

Semoga kekurangan dalam kepengurusan ini dapat sedikit terobati dengan hadirnya majalah INOVASI edisi ke-38 tahun 2024. 

Selamat membaca.

(Visited 182 times, 1 visits today)

Last modified: 21 Desember 2024

Close