Written by Nola Amalia Rosyada 11:05 Berita, Nasional

Menyoal Pembajakan Film di Indonesia

Pembajakan film bukan lagi suatu kasus baru yang ada di industri perfilman Indonesia. Sudah sejak lama kasus pembajakan film terjadi, mulai dalam bentuk diedarkannya DVD bajakan, hingga dibukanya situs-situs film illegal. Saat ini, jenis film yang dibajak tidak hanya film layar lebar saja, namun web series dari berbagai platform resmi juga telah banyak dibajak.

Berdasarkan data dari CNN Indonesia, salah satu platform yang pernah mengalami pembajakan serial film adalah WeTV. WeTV mengaku bahwa kerugian yang ditimbulkan dari kasus pembajakan serial, khususnya serial Layangan Putus sangat banyak dan tidak hanya berupa uang. “Bukan hanya uang, tapi pencemaran merek dagang WeTV,” jelas Lesley, produser eksekutif serial Layangan Putus pada reporter CNN Indonesia.

Menurut Rocky Soraya, produser dari salah satu serial di WeTV menyebutkan bahwa biaya pembuatan satu web series sebanding dengan biaya untuk pembuatan tiga film berdurasi panjang. Selain tingginya biaya produksi, dilansir dari website remsi Kominfo, platform film termasuk WeTV juga diwajibkan mengeluarkan pajak sebesar 10% setiap tahun untuk mematuhi regulasi mengenai e-commerce.

Ratna Afrilia, seorang guru jurusan Produktif Broadcast Perfilman SMKN 3 Batu, menanggapi bahwa maraknya kasus pembajakan film ini merupakan pelanggaran hak cipta dan bentuk tidak menghargai seluruh proses kreatif di balik pembuatan film. “Pembiayaan (pembuatan film, red.) itu juga amat sangat mahal, dari peralatannya, krunya, manusianya, terutama kreativitasnya itu sangat mahal,” tegas Ratna.

Melalui pembentukan Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta Pasal 113 dan pembentukan satgas anti pembajakan hak cipta pemerintah mencoba menangani permasalahan pembajakan film. Penerapan dan sosialisasi dari UU tersebut masih belum merata. Aulia, salah satu penikmat film bajakan saat ditanya mengenai regulasi mengaku bahwa ia tidak mengetahui bagaimana regulasi tersebut berjalan, “cuma pernah dengar saja kalau ada undang-undangnya,” jelasnya.

Selain itu, Tito Imanda, Ketua Bidang Penelitian dan Pengembangan Badan Perfilman Indonesia dalam webinar Katadata, Oktober 2021 mengaku bahwa untuk mencegah penyebaran film bajakan pemerintah pada tahun 2019 telah menutup 66 situs ilegal, lalu 148 situs pada tahun 2020, dan 224 situs pada tahun 2021.

Begitu pula, pemerintah perlu menyadari bahwa tingginya pengakses situs ilegal film bajakan juga disebabkan oleh ketidakmerataan jumlah bioskop yang ada di Indonesia. Menurut Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Trikasih, pada tahun 2017 penyebaran bioskop masih kurang merata di mana 43% layar bioskop berbasis di Pulau Jawa. “Layar bioskop mayoritas masih di Jawa 43% akses layar bioskop. Perkiraan kami hanya ada 13% akses layar bioskop yang layak,” ungkap Thomas saat memberikan keynote speech di Akatara Indonesian Film Financing Forum, Hotel Grand Mercure Harmoni, Jakarta Pusat, Rabu, 15 November 2017.

Meskipun tingginya kasus pembajakan film di Indonesia, Ratna berharap agar para produser film di Indonesia tetap berkarya. “Syukur-syukur itu (film yang dibuat, red.) bisa membawa nilai-nilai edukasi dan juga membawa manfaat dampak psitif bagi para penonton dan penikmatnya,” pungkasnya.

(Visited 82 times, 1 visits today)

Last modified: 01 Mei 2022

Close