Written by Nola Amalia Rosyada 23:00 Feature News

Jejak Sejarah dan Tantangan Konservasi Penyu di Pantai Bajulmati Malang

SABTU (07/09/24) – Penyu sekecil itu berkelahi dengan ombak, begitulah bunyi benakku di senja yang mulai menyingsing dan ombak mulai surut. Ribuan anak penyu atau biasa disebut dengan tukik mulai merangkak menuju ke lautan, tempat asalnya. Melihat tukik itu merangkak, benakku kembali membayangkan bagaimana mereka akan bertahan di guliran ombak yang besar.

Bersama teman lainnya, kami melepaskan tukik dan memberi salam perpisahan masing-masing. Beberapa terdengar seperti memberi nasehat pada anaknya yang akan menuju perantauan.

“Hati-hati ya, semoga kamu bertahan di lautan,” ujar salah satu pelepas tukik.

“Jangan makan plastik, ya nanti,” dan banyak lagi salam perpisahan dari semua pelepas tukik.

Pelepasan tukik di pesisir Pantai Bajulmati. Foto oleh Muhammad Rizky Nurdiansyah/UAPM Inovasi

Terutama sosok Sutari (50) yang telah merawat tukik dari penetasan hingga pelepasan. Yang dulunya ia hanyalah konsumen penyu (tukik dewasa), namun sekarang ia yang menjadi penggiat pelestari penyu di Pantai Bajulmati, tepatnya di BSTC (Bajulmati Sea Turtle Conservation). 

Sebelum BSTC berdiri, masyarakat masih mengonsumsi daging dan telur penyu. Sutari mengaku bahwa masyarakat masih gencar mengonsumsi daging penyu sebelum tahun 2009. “Sebelum 2009 itu masih banyak sekali, disembelih. Sampai seterusnya gak ada yang nyelametin. Cuma makan, nangkep, makan, kan gak ada yang nyelametno,” ujar Sutari.

Tak terbayangkan, yang dulunya masyarakat pesisir Pantai Bajulmati hanya menjadikan penyu sebagai santapan, kini menjadikan penyu sebagai kawan. Dulu penyu tak lain hanya dianggap pendamping nasi, namun sebagai nelayan yang juga bersinggungan langsung dengan pantai, hati Sutari terketuk. 

“Awalnya saya pribadi peduli, sebelum peduli, saya sendiri dulu perusak. Men-dinamit, ngebom, akhirnya sebelum 2009 saya sudah aktif [konservasi]. Sebelum 2009 masih mencoba-mencoba, lalu ada banyak perusak alam waktu itu. Saat mencoba menetaskan ini saya merasa kasihan [terhadap penyu],” jelas Sutari.

Sutari menunjukkan tukik yang masih dikarantina. Foto oleh Byllal Fajar

 Pengetuk hati Sutari untuk konservasi ini adalah tukik-tukik yang mulai ia tetaskan sendiri. Mata Sutari seolah menyampaikan laluan yang ia lalui untuk mengusahakan penetasan tukik. Bukan tanpa hambatan, Sutari masih berebut dengan masyarakat perihal penyu. Pasalnya masyarakat saat itu masih belum teredukasi. Belum lagi wisatawan yang teledor dan merusak telur maupun habitat penyu.

Baca Juga: Memandang Arti Negara dan Hidup dalam “Nasib Seorang Penebang Kayu dan Kisah Lainnya”

Untuk menjawab arti dari negara dan hidup manusia, mungkin akan bisa kita temukan di beberapa buku teoritis atau buku-buku pelajaran lainnya. Tapi, saya sendiri lebih suka memaknai dua hal itu melalui sastra, salah satunya cerpen.  Yang mana, dalam sebuah pengantar di buku antalogi cerpen Dari Pemburu ke Terapeutik  menyatakan bahwa cerpen adalah sebuah karya yang menjembatani antara peristiwa dan pemikiran.

 “Terkadang berebut [penyu] dengan masyarakat juga. Kadang yo gagal, keinjek dan sebagainya. Akhirnya 2012 sudah mulai memindahkan dekat rumah, awale di pasir. 2013 kami juga bercabang mendirikan yang di Leter, sekarang namanya Tanjung Penyu,” jelas Sutari yang berkilas balik.

Seiring berjalannya waktu, usaha Sutari dalam misinya menyelamatkan penyu melalui konservasi membuahkan hasil. Masyarakat mulai membuka diri dan mau mengerti tentang penyelamatan penyu. Meski bukan waktu yang singkat penyelamatan yang mulanya dinamai dengan sederhana Konservasi Penyu Bajulmati diubah menjadi Bajulmati Sea Turtle Conservation pada tahun 2018.

Raut Sutari nampak bangga melihat tukik yang dirasa seperti anaknya itu bisa melalang buana. Rasa bangga membuat ia tidak berjalan ditempat, Sutari mengembangkan BSTC dengan berjejaring. Ia memulai dengan kolaborasi dengan Pertamina dan membentuk yayasan. Dengan adanya yayasan ini Sutar mengaku bahwa lebih mudah terhubung dengan banyak pihak. 

“Ada pertamina kegiatan di Ngudel. Pelepasan bersama-sama Bapak Bupati waktu itu. Pertamina belum tahu tempat aslinya [asal penyu], akhirnya menyodorkan untuk program-program pertamina untuk konservasi,” kata Sutari. 

Tukik yang akan dilepaskan setelah karantina. Foto oleh Muhammad Rizky Nurdiansyah/UAPM Inovasi

Senja sejuk menambah suasana bahagia hati Sutari. Semua melambai ke arah tukik yang mulai tak nampak di ujung mata. Sutari berharap setiap tahun akan selalu bertambah teman lautnya yang akan dilepaskan di lautan. Ia harap semua telur yang telah ditetaskan akan kembali ke pesisir untuk bertelur dan dikembalikan lagi. “Jadi dimana kita menyelamatkan, ya kita kembalikan lagi,” ujar Sutari. Begitu seterusnya agar penyu tetap ada. Begitulah perjalanan tertatih-tatih Sutari dalam melestarikan kawan lautnya.

Editor: Nurul Luthfiyyah

(Visited 50 times, 1 visits today)

Last modified: 12 September 2024

Close