Written by Irma Aminullah 11:23 Berita

Membaca Ulang PLTU; Penurunan Kualitas Udara dan Dampaknya Terhadap Kesehatan

Membaca Ulang PLTU; Penurunan Kualitas Udara dan Dampaknya Terhadap Kesehatan (Irma Aminullah/UAPM INOVASI)

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jawa Timur mengadakan launching sekaligus bedah buku di Kafe Pustaka Universitas Negeri Malang pada pukul 16.00 WIB (Rabu, 8/3). Wahyu Eka Setyawan, narasumber pada diskusi tersebut menyampaikan bahwa untuk menciptakan buku ini dibutuhkan waktu riset selama kurang lebih 6 bulan. Tujuan dari terciptanya buku ini adalah untuk meninjau ulang bagaimana dampak terhadap kondisi sosial, ekonomi, dan ekosistem yang berada di sekitar tiga Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) besar di pulau Jawa.

Dampak paling signifikan yang dijelaskan dalam buku “Melihat Ulang Dampak PLTU di Tiga Wilayah (PLTU Paiton, PLTU Pacitan, dan PLTU Cilacap)” ini salah satunya adalah dalam bidang kesehatan. Misal, keluarnya zat fly us dan bottom us yang keluar dari B3. Zat ini dihasilkan oleh pembakaran batu bara yang merupakan komponen utama dalam menghasilkan energi listrik di PLTU. “Jika kita menghirup setiap hari maka akan meningkatkan resiko penyakit Ispa,” jelas Wahyu, Direktur Walhi Jatim tersebut.

Baca Juga: Semua untuk Manusia

Akhir-akhir ini sedang hangat pembahasan film dokumenter yang diproduksi oleh WatchDoc, Sexy Killer. Film yang disutradarai oleh Dandhy Dwi Laksono dan Suparta Arz ini membahas tentang pertambangan batubara di Kalimantan mulai dari penggalian dan pengoperasian yang hasilnya digunakan sebagai bahan baku untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Indonesia. Film ini juga membahas sisi lain dari pertambangan batubara tersebut…

Aktivitas PLTU berpotensi pada penurunan kesehatan masyarakat sekitar, mengingat terjadinya pencemaran udara yang dihasilkan oleh pembakaran batu bara. Artikel dalam jurnal Vitruvian; Jurnal Arsitektur, Bangunan dan Lingkungan (Mahardihika B. & Tommy H., 2022 : 269) menguatkan bahwa operasional coal yard, crusher plan, ash disposal dan gas serta particular dari cerobong juga menyebabkan penurunan kualitas udara di sekitar wilayah tersebut.

Tidak hanya berdampak terhadap kesehatan manusia, zat fly us dan botton us yang dihasilkan dari PLTU tersebut juga berdampak terhadap kesehatan tanaman, “Jika kita ke daerah Karanganyar, Paiton, tembakau di situ berwarna hitam,” terang Wahyu. Padahal sebagian besar masyarakat Probolinggo adalah petani tembakau. Akibatnya, banyak masyarakat mengeluh terhadap penghasilan mereka. Selain itu, banyaknya pohon kelapa yang mati di daerah tersebut juga sempat ramai dibicarakan. Tak sedikit yang mengatakan bahwa pohon kelapa tersebut mati karena adanya PLTU, walau pihak PLTU juga menjelaskan bahwa hama dan perubahan cuaca adalah faktor eksternal lainnya.

Untuk menyikapi permasalahan ini, Ali Faqih, salah satu peserta bedah dan launching buku, berharap generasi muda dapat memiliki tanggung jawab terhadap pelestarian lingkungan untuk kedepannya. “Sebagai anak muda saya punya pilihan untuk melestarikan pemikiran semacam ini agar tidak hilang dari kesadaran generasi muda,” ujarnya.

Kita adalah Hilirnya

Adanya PLTU yang sudah cukup lama dibangun, yakni sejak tahun 1994 ini tidak hanya berdampak pada daerah sekitar PLTU dibangun seperti Paiton, akan tetapi juga berdampak pada daerah Kalimantan yang merupakan daerah penghasil batu bara, bahan utama untuk pembuatan uap sebagai sumber energi listrik di PLTU. “Kenikmatan yang kita rasakan saat ini merupakan hasil dari penderitaan masyarakat di Paiton dan Kalimantan, di mana Paiton dan Kalimantan merupakan hulu dan kita adalah hilirnya,” jelas Wahyu. Mengingat, di samping “kenikmatan listrik” yang dirasakan saat ini ada hubungan yang cukup rumit di belakangnya, seperti perampasan tanah, legitimasi, dan lain sebagianya.

Dari permasalahan di atas, energi terbarukan,  lanjut Wahyu, menjadi salah satu kompromi yang bisa dilakukan. Maksudnya adalah dengan memakai energi yang tidak eksploitatif, punya tujuan, tidak ada yang di rugikan, dan minim risiko.

Baca Juga: Masyarakat Lakardowo Berharap Agar Akademisi Ikut Berjuang

Perjuangan warga Desa Lakardowo, Kecamatan Jetis, Kabupaten Mojokerto sudah dimulai sejak tahun 2014. Mereka menuntut tanggungjawab perusahaan pengelola limbah PT Putra Restu Ibu Abadi (PRIA) yang telah mencemarkan lingungan dengan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Dukungan untuk perjuangan warga pun datang dari berbagai pihak, termasuk akademisi…

Hal inilah yang menurut Iwan Nur Hadi selaku pembedah, bahwa hadirnya buku ini bisa menjadi salah satu alasan mengapa harus membaca ulang dampak PLTU di tiga tempat tersebut, lebih-lebih mengenai transisi energi.  “Buku ini menarik untuk dibaca karena gaya penulisannya yang mengadaptasi gaya laporan penelitian sehingga memudahkan pembaca untuk mengerti akan permasalahan yang dibahas,” ungkap dosen Sosiologi Universitas Brawijaya tersebut.

Dari perjalanan panjang yang dilewati penulis dalam penyusunan buku ini, tentunya sempat mengalami kendala. Mereka bahkan pernah ditolak oleh narasumber saat akan melakukan proses wawancara. “Awalnya kami ingin meneliti dengan pendekatan observasi langsung dan wawancara mendalam, tapi apa yang kita harapkan untuk masuk dalam penelitian kualitatif ini tidak seperti yang di bayangkan,” pungkasnya. []

Editor: Wildan Firdausi

(Visited 122 times, 1 visits today)

Last modified: 11 Maret 2023

Close