Written by Ajmal Fajar Sidiq 11:33 Berita, Berita Kampus

Musema Saintek dan Ketidakhadiran (Publik) Mahasiswa di Dalamnya

David Nur Khalik, Sabtu pagi (4/11) mempertanyakan keikutsertaan mahasiswa fakultas Sains dan Teknologi (Saintek) UIN Malang dalam acara Musyawarah Senat Mahasiswa (Musema) kepada Ainurrahman, ketua Senat Mahasiswa Fakultas (Sema-F) Saintek. Pasalnya, tidak ada undangan dari pihak penyelenggara kepada mahasiswa untuk menghadiri acara tersebut, seperti yang dilakukan oleh pihak Musema Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK).  

Respon Mamang, sapaan karib Ainurrahman, selanjutnya nampak tidak memuaskan bagi David. Mamang memaparkan, sekalipun datang ke acara tersebut, David hanya dapat menyimak dan tidak memiliki hak bicara. Alasannya adalah Tata Tertib Persidangan Musema UIN Maulana Malik Ibrahim Malang Tahun 2021 akan mengkategorikan David sebagai peserta peninjau. Dalam Bab 5 Pasal 5 poin 6 dijelaskan bahwa “Peserta peninjau tidak mempunyai hak suara maupun hak bicara”.  

Saat itu, David belum memiliki Tata Tertib Persidangan. Ia menuntut sebab ketidaktahuannya. Meskipun, David memegang alasan lain, yakni ia belum memiliki Tata Tertib Persidangan karena ia tidak diberikan akses untuk memiliki dokumen terkait pada saat itu. Selanjutnya adalah Ajeng Salsabilla yang mengalami pandangan serupa. Ajeng merupakan Mahasiswa Fakultas Saintek Semester 7. Ia menilai, seharusnya Musema Saintek tersebut tidak sedemikian tertutup, sebab tujuannya adalah untuk melaporkan hasil pertanggungjawaban Dewan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Saintek (Dema-F Saintek), Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ di lingkungan Saintek), dan Garis-Garis Besar Haluan Kerja (GBHK), sedangkan yang diperbolehkan hadir hanya Badan Pengurus Harian (BPH) dari masing-masing organisasi eksekutif tersebut.  

“Seharusnya bukan hanya para Badan Pengurus Harian (BPH) Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) saja yang bisa hadir dan terlibat dalam Musema ini, akan tetapi juga para anggota DEMA lainnya harus diikutlibatkan aktif di dalamnya. Karena kami juga merupakan para pembuat dan yang menjalankan program kerja di DEMA tersebut bukan hanya BPH saja,” tegas Ajeng. 

Mamang menjelaskan bahwa Musema memang secara regulasi tidak harus melibatkan Mahasiswa umum secara keseluruhan. Karena, terangnya, ia juga melihat eksistensi dari Musema di mana forum tersebut adalah forum pelaporan dari lembaga eksekutif (Dema, HMJ) kepada legislatif (Sema-F). Sehingga untuk kasus Fakultas Saintek hanya melibatkan BPH. Alasan Mamang tersebut sudah tertera dalam Peraturan Organisasi (PO). PO adalah peraturan yang mengatur sistem kerja keorganisasian Organisasi Mahasiswa Intra Kampus (OMIK). Termasuk di antaranya adalah Musema. 

Kendati demikian, David sempat bertanya, mengapa hanya BPH yang diperkenankan terlibat. Ia membandingkan dengan Musema Fakultas lain. Satu di antaranya adalah Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK). Musema FTIK tidak seperti Fakultas Saintek, sebab Musema FITK melibatkan seluruh anggota DEMA dan turut mengundang Mahasiswa umum FTIK secara keseluruhan. 

Mamang kembali menjelaskan, bahwa ia sempat menginginkan agar seluruh ketua divisi DEMA Saintek turut terlibat dalam Musema. Namun, keinginan itu ditolak oleh Wakil Dekan (WD) III Fakultas Saintek, Dwi Suheriyanto. Alasan penolakan yang disampaikan Mamang adalah akibat adanya pandemi. “Ketika kita menyodorkan permohonan proposal kepada WD III di situ pertimbangan WD III yang pertama yaitu masih pandemi,” info Mamang kepada kami. Jumlah lembaga eksekutif di lingkungan Saintek sebanyak delapan dan masing-masing rata-rata mempunyai tujuh divisi/departemen. Sehingga jika dikalkulasikan, kurang lebih 100 peserta. 

Lain alasan, Mamang menjelaskan bahwa sebab hanya BPH yang diundang adalah karena alasan kultur Musema Fakultas Saintek. Meskipun ia meyakini bahwa alasan itu tak logis. “Dan di situ kita menggunakan kultur kita dari dulu itu biasanya BPH saja meskipun itu kurang logis juga ya.” Mamang menjelaskan dengan sedikit bingung. Meski demikian, Mamang meyakini keputusannya adalah benar sebab melihat alasan sebelumnya dan atas anggapan bahwa kehadiran BPH sudah cukup memenuhi komposisi pelaporan. 

MUSEMA DAN TRANSPARANSI KEPADA PUBLIK 

Menurut Mamang, Musema merupakan kegiatan yang bentuknya adalah laporan kegiatan eksekutif kepada legislatif. Laporan yang dimaksud adalah kinerja kerja eksektutif. Setelah laporan pertanggungjawaban masing-masing eksekutif diterima, maka selanjutnya SEMA-F akan menyerahkan kepada Wakil Dekan III dan dilanjutkan kepada SEMA Universitas. Wilayah transparansi agenda, dana dan yang berkaitan dengan kegiatan eksekutif adalah wilayah kerja DEMA, bukan SEMA, ”Transparansi itu dikembalikan lagi kepada eksekutfinya masing-masing dikarenakan apa? Karena itu adalah hak dan tanggungjawab eksekutif sebagai eksekutor dari setiap kegiatan” terangnya. 

David paham setelah mendengar penjelasan Mamang. Namun, apa yang disampaikan oleh Mamang adalah penjelasan regulasi yang berada pada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Republik Mahasiswa. Sedangkan, menurut Mamang, untuk mengetahui dokumen AD/ART, mahasiswa perlu melewati beberapa proses untuk  akses AD/ART tersebut. Dalam wilayah akses, AD/ART merupakan dokumen internal yang tidak bisa diakses seluas mungkin. Pintu utamanya berada di SEMA-U. Dan hal ini yang tentu menimbulkan ketidaktahuan David dan mahasiswa umum yang senasib dengannya. 

David beralasan ketidaktahuannya mengenai hal ini adalah sebab akses yang terbatas. Termasuk di antaranya adalah Tata Tertib Persidangan Musema saat itu,”Kurang akses juga apalagi kita Mahasiswa butuh akses itu dan kadang susah banget. Misalnya tatib persidangan saya kan susah akses itu, dan kalo gak dibuat terbuka bagaimana Mahasiswa luar (selain Omik) itu tau kalo batasan Mahasiswa yang hadir hanya diperkenankan itu saja,” kata David. 

Ketertutupan Musema yang menurut Mamang adalah terikat dengan PO bukan sebuah masalah. Sebab bila Musema diperuntukkan untuk publik, apa gunanya eksistensi Musema sebagai pelaporan badan Eksekutif ke badan Legislatif. Jika tuntutan dari David adalah transparansi kepada publik. maka Musema bukan tempatnya. David bisa menuntut melalui agenda lain yang memiliki jangkauan lebih luas. Musma dan Mubes misalnya,”Kalo sampean minta transparansi dana itu forumnya beda atau semua kegiatan ataupun semua laporan pertanggungjawaban itu ada forumnya lagi,” Ujar Mamang kepada David. 

Lebih lanjut, Mamang memeberikan contoh dalam kasus Mubes HMJ misalnya, barulah segala bentuk kegiatan serta transparansinya dilaporkan, Sebab sifatnya pelaporan eksekutif kepada publik. Sementara legislatif tak memiliki hak dalam agenda Mubes, “Laporan kepada seluruh Mahasiswa, Alumni ataupun yang masih semester atas,” terangnya. Kendati secara teknis acara tidak ada regulasi pasti mengenai Mubes. baik dalam hal waktu maupun konsep acara, “Untuk transparansi dan metode penyampaiannya itu tergantung eksekutif masing-masing, tergantung dari kesepakatan himpunan (HMJ, red.),” Tambah Mamang. 

David yang menyimak penjelasan Mamang, kemudian bertanya mengenai sifat AD/ART yang menyimpan segala hal penjelasan mengenai sistem kerja Omik. ia bertanya apakah file itu hanya diperuntukkan untuk Sema atau Mahasiswa sekaligus. Sementara Ainur menjawab bahwa sifat file itu adalah terbuka. Tetapi yang dapat memberikan hanya yang memiliki hak, yaitu Sema U. Sebab tidak semua poin dalam file tersebut dapat ditunjukkan kepada Mahasiswa,”ada yang sifatnya untuk internal, dan eksternal.” demikian penjelasan Mamang.  

Mamang menjelaskan lebih lanjut, bahwa jika ingin mendapatkan Ad/Art, maka perlu tujuan jelas dan dengan etika meminta yang baik. Dalam hal ini, Mamang memberikan kisi-kisi agar publik dapat mengakses file tersebut dengan cara mendekati sentral lembaga terlebih dahulu, “Deketin dulu sentral lembaganya terlebih dahulu (Sema Universitas, red.), kalo mau dapet akses itu,” beber Mamang. [] 

Reporter : Ajmal Fajar Sidiq 

Editor Hafidhatul Hasanah 

(Visited 64 times, 1 visits today)

Last modified: 07 Desember 2021

Close