Malang (31/01), Perpusatkaan Pusat Universitas Islam Negeri (UIN) Malang menyelenggarakan acara Nobar dan Ngupi (Nonton Bareng dan Ngupas Pilem). Acara tersebut mengundang Mundi Rahayu, Dosen Jurusan Sastra Inggris UIN Malang sekaligus pakar budaya dan media sebagai pemateri diskusi. Acara yang bertempat di Rumah Jurnal UIN Malang itu membahas film dengan judul Kartini.
Film yang telah mendapatkan penghargaan di Festival Film Indonesia (FFI) kategori Film Terbaik tahun 2017 tersebut menceritakan tentang perjuangan Raden Ajeng (R.A) Kartini dalam menuntut hak untuk diperlakukan sama dengan laki-laki. Walaupun R.A Kartini keturunan bangsawan, ia tetap mendapat perlakuan diskriminatif. Menurut Mundi hal itu terjadi karena adanya benturan dengan budaya jawa yang masih memperlakukan perempuan satu tingkat lebih rendah dari laki-laki. Salah satunya untuk mendapatkan pendidikan. Padahal Mundi berpendapat tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan. “Laki-laki boleh sekolah S2 dan seterusnya sementara perempuan tidak boleh kalau belum menikah, hal itu kan tidak sama,” ujarnya.
Menurut Yani Triyani, penonton sekaligus mahasiswa Jurusan Sastra Inggris, pendidikan bagi perempuan sangat penting. Hal ini dikarenakan dapat memberikan pengetahuan yang luas untuk perempuan. “Walaupun kelak perempuan akan menjadi ibu rumah tangga, tidak salah jika mengenyam pendidikan tinggi,” ungkap Yani.
Sementara itu, Ade Arifudin penonton dan juga mahasiswa Jurusan Manajemen berpendapat bahwa, sebagai laki-laki ia tidak mempermasalahkan apabila perempuan mendapatkan pendidikan tinggi. “Perintah membaca kan tidak dijelaskan harus laki-laki. Jadi tidak masalah,” ujarnya.
Diadakan bedah film Kartini, Mundi berharap dapat memberikan pemahaman yang lebih luas mengenai kesetaraan gender pada mahasiswa UIN Malang. Menurutnya, mahasiswa UIN Malang perlu mendapatkan edukasi terkait kesetaraan gender. “Untuk membuat hidup lebih nyaman, tidak gampang stress, tidak terlalu membebani laki-laki,” jelas Mundi. Mundi juga menambahkan jika budaya Jawa sudah mulai bertransformasi dan memberikan kebebasan kepada perempuan untuk mengekspresikan dirinya di ranah publik. Hal ini terbukti dengan banyaknya usaha batik di Kota Solo, tepatnya di Pasar Klewer yang dimiliki oleh perempuan. Menurut Mundi, perempuan Jawa bukan perempuan pasif. Perempuan Jawa mempunyai kontribusi yang besar “contohnya ke pasar, berdagang,” pungkas Mundi. [Fadhil Muhammad]
berita berita kampus film gender kampus kartini kesetaraan perempuan
Last modified: 03 Februari 2019