Akademisi Universitas Indonesia, Mia Siscawati mengatakan konferensi PDP (Pengetahuan dari Perempuan) ke-IV menekankan pada konsep “pengetahuan” (pengalaman para korban kekerasan, penyintas, pendamping) yang sebelumnya sering dianggap hanya dihasilkan oleh kalangan akademisi. Konferensi ini bertujuan untuk mengakui, menghargai dan merekomendasikan pengetahuan yang berasal dari berbagai pihak yang terlibat langsung dalam isu-isu perempuan. (19/09/2024).
“Namun, sejak awal, konferensi Pengetahuan dari Perempuan ini ingin merekomendasikan, mengakui, menghargai, bahkan kemudian merekam dan menggunakan pengetahuan dari perempuan, termasuk korban perempuan penyintas, perempuan pendamping, dan semua pihak yang bekerja untuk menangani, mengatasi, mencegah, maupun memulihkan korban kekerasan terhadap perempuan,” jelas Mia Siscawati.
Acara ini dihadiri oleh akademisi, lembaga pemerintahan, dan LSM, serta bertujuan untuk megembangkan kebijakan dalam menagani kekerasan terhadap perempuan. Mia fokus menjelaskan “pengetahuan” yang sebelumnya sering dianggap hanya dihasilkan oleh kalangan akademisi. Namun, sejak awal konferensi Pengetahuan dari Perempuan ini memiliki upaya yang jelas untuk memperluas pemahaman tentang sumber pengetahuan. Tujuan utamanya adalah mengakui, menghargai, dan merekomendasikan pengetahuan yang berasal dari berbagai pihak yang terlibat langsung dalam isu-isu perempuan.
Baca Juga : Mengingat Omnibus Law dan Nasib Perempuan dalam Diskusi Publik Geger Banten
Menurut Akademisi Universitas Indonesia, Mia Siscawati, pengetahuan yang dihasilkan dalam konferensi ini tidak hanya berasal dari akademisi, tetapi juga dari pengalaman langsung di lapangan. Hasil konferensi ini nantinya diharapkan dapat mendukung kebijakan dan langkah yang lebih efektif dalam menangani kekerasan terhadap perempuan. Pengalaman para korban kekerasan, penyintas, pendamping, serta semua pihak yang berperan aktif dianggap menjadi sumber informasi penting.
Mia Siscawati juga menjelaskan bahwa Melalui kerja sama antara berbagai pihak, diharapkan pengetahuan ini dapat tersebar luas dan membantu menciptakan langkah konkret untuk mencegah serta mengurangi kekerasan berbasis gender yang semakin meningkat di Indonesia. Konferensi ini juga mengundang seluruh elemen masyarakat, termasuk wartawan dan organisasi media, untuk turut aktif dalam upaya penyebarluasan informasi, sehingga edukasi terkait isu ini dapat dilakukan dengan lebih merata dan efektif di seluruh kalangan masyarakat.
Dilansir dari kompas.com – 13/08/2024, Ketua Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Andy, menyatakan bahwa sebanyak 34.682 perempuan menjadi korban tindak kekerasan sepanjang 2024.
Baca Juga : “Peliharaan” itu Bernama Perempuan
“Pengetahuan yang dimiliki oleh semua pihak tadi tidak hanya berasal dari akademisi, tetapi juga direkam serta digunakan untuk memperbaiki upaya pencegahan, penanganan, dan pemulihan masalah kekerasan berbasis gender yang saat ini telah mencapai tingkat darurat,” papar Mia lagi.
Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani, juga menegaskan akan pentingnya dialog lintas sektor dalam membuat kebijakan dan tindakan yang efektif, didasarkan pada pengalaman langsung korban untuk menciptakan perubahan yang nyata. Hal ini diperlukan untuk menciptakan kondisi yang kondusif bagi penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan di masa depan, dalam upaya membangun perubahan yang sistematis dan berkelanjutan.
“Yang paling utama dalam konferensi ini, selain membangun ruang dialog lintas sektor, juga memastikan bahwa kita memiliki pengetahuan yang semakin terlembaga. Berangkat dari pengalaman perempuan korban yang menjadi dasar untuk menciptakan perubahan,” terang Andy.
Editor: Raihan Yanuar
kekerasan seksual komnas perempuan peduli korban kekerasan seksual perempuan
Last modified: 23 September 2024