Written by UAPM Inovasi _&_ Nurul Luthfiyyah 10:37 Artikel, Pojok • 22 Comments

Sekali Lagi, Memihak Kesadaran Hati Nurani

Ah … sudah ada yang bergabung, ya.  Pertama, aku duluan yang bicara, ya. Tapi sebelum itu, aku mau menyampaikan salam dulu untuk teman-temanku.

Salam untuk keluarga korban Tragedi Kanjuruhan, yang terus kuat berdiri menagih keadilan untuk harga sebuah nyawa.

Salam untuk warga Pakel, Rempang, Bara-baraya, Jemboran, Halaban, dan Naghale. Tuhan memang menciptakan tanah yang luas, tapi lahan kita dipersempit … tidak! Dirampas!

Salam untuk 3.325 orang ter-PHK tahun ini, mari menagih janji untuk lapangan pekerjaan yang layak!

Salam untuk para Pekerja Rumah Tangga, yang masih bekerja tanpa perlindungan hukum.

Salam untuk Persma, bagaimana represinya? Jangan diterima! Bukanya kita hanya menerima pesanan risol?

Salam akal sehat untuk para koruptor, eh … tapi ini bukan temanku deh ….

Aku harus mulai dari mana? Akh! Melek isu! Aku tak akan bisa menyampaikan salam-salamku jika tak tahu apa yang sedang terjadi alias tak tahu isu terkini. Banyak dari kita yang anti politik dan tidak mau ambil pusing masalah negara. Kenapa juga? Toh sia-sia dan bikin pusing! Nah, aku pun tak sama sekali menyangkal politik itu kotor, jelek, dan bikin pusing! Aku anti politik! Namun, ketidaksukaan kita kepada politik tak membuat kita “halal” untuk tak peduli. Minimal, bukalah mata untuk sadar apa yang sedang terjadi di lingkungan kita, di negara kita.

Janganlah berkata “di luaran sana”, karena nyatanya “di sekeliling kita” masih banyak terjadi kasus-kasus yang ujungnya merugikan seseorang dan titiknya sampai kepada ketidakadilan. Seperti kasus kekerasan seksual, sejak 1 Januari tercatat 4.589 kasus berdasarkan data dari Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni-PPA). Tidak wajar jika kita mendengar angka tersebut dan masih merasa baik-baik saja. Berangkat ke kasus lainnya, sekarang sedang tren Klasemen Liga Korupsi Indonesia, pada peringkat pertama diraih oleh sejumlah pejabat PT Pertamina Patra Niaga. Dikutip dari kompas.com, total kerugian negara diperkirakan mencapai Rp968,5 Trilliun. Tentunya jika ditambah dengan kasus korupsi lainnya, angka akan berada dinilai Kuadriliun. Kalian tahu apa yang bikin sakit hati? Seorang influencer sekaligus lulusan S1 Matematika Terapan, Universitas Waseda, Jepang, bernama Jerome Polin mencoba menghitung jumlah rakyat Indonesia yang bisa kuliah dengan uang senilai Rp1 Kuadriliun. Hasilnya, dengan Rp1 Kuadrilliun dapat memberikan kuliah gratis untuk 10 Juta orang dengan rata-rata biaya kuliah Rp100 Juta. Diambil dari data snpmb.bppp.kemdikbud, tahun 2025 terdapat 776.515 siswa yang mendaftar Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP). Bayangkan berapa generasi yang dapat kita sarjanakan?

Dengan melek isu, setidaknya kita ikut memikirkan kondisi sekitar, karena sadar atau tidak kitalah yang menanggung dampaknya.

Kita Anti Politik?

Pemimpin Umum UAPM Inovasi tahun 2025 pernah mengeluarkan kalimat “Aku gak bisa memaafkan orang yang gak peduli politik.” Yes, politik sendiri pasti akan memengaruhi sektor apa pun, kesehatan, pendidikan, ekonomi apalagi.

Jika kita tak ingin terjun dalam dunia politik, bisakah kita tak tutup telinga atas isu yang terjadi? Berat? Ya, apalagi untuk orang sepertiku yang doyan genre fantasi. Namun, jika kalian sudah merasa mendapatkan hak sebagai warga negara, maka lakukan kewajiban pula sebagai warga yang semestinya peduli pada negaranya. Oh, atau jika kalian merasa belum mendapatkan hak sebagai warga negara, maka melek! Bangun! Time is yours untuk menagihnya, lagi-lagi dimulai dengan kesadaran bahwa hak kalian telah menjadi isu politik.

Kasus umum, nih. Kita mendapatkan kewajiban untuk memilih pasangan calon nomor 01, 02, atau 03 pada pemilu 2024. Saat 02 terpilih, maka lantas kita membelanya terus-terusan selama lima tahun tanpa peduli kontroversi apa yang berlaku. Padahal, justru karena 02 yang terpilih, pemilihnya lah yang berhak untuk paling vokal dalam menagih janji, dalam memantau atau mengawasi, dalam mengkritik, mengapa? Karena itu pilihan kalian! Tentu saja harus berlaku pada 01 dan 03 pula. Nyatanya? Politik sekarang sangat kacau, nomor berapa pun itu, selagi nomor itu yang didukung, maka selalu benar!

Oh, tak perlu lah tingkat negara, mari ke miniatur negara saja. Tak jarang pula aku sebagai awak UAPM Inovasi, ikut ditanyakan, “Mengapa Inovasi selalu mengkritik kampus? Capek-capek mahasiswanya nge-branding, kalian malah menjelek-jelekkan!” Aku akan menjejal tulisan pelatihku saja untuk menjawabnya. (Mengapa UAPM Inovasi Mengkritik Kampus?)

Baca Juga: Setengah Merdeka

Selama menjadi anggota magang di Pers Mahasiswa, saya belum pernah menanyakan dengan serius kepada pengurus, kenapa Salam Setengah Merdeka, dan apa makusdnya? mungkin karena saya sudah pernah membaca artikel di internet tentang banyaknya perusahaan negara asing yang mengelola Sumber Daya Alam (SDA) di Indonesia.

Penegasan Posisi Pers Mahasiswa

Mengapa pers mahasiswa harus memuja kampus? Bukankah dengan begitu kami akan merebut tugas humas? Seorang mahasiswa yang mengangkat isu perihal komersialisasi kampus dianggap mencoreng nama institusi, lalu apa sebutan untuk mahasiswa yang jangankan peka atas isu-isu dan “masalah” di kampus, tapi malah menyalahkan mahasiswa yang berusaha keras bertahan di politik miniatur mereka?

Belum lagi represi yang sering dialami oleh pers di kampus. Seperti yang sempat menghebohkan dunia jurnalistik Indonesia pada tahun lalu, tindakan represif yang terjadi terhadap Jurnalis Unit Kegiatan Pers Mahasiswa (UKPM) Catatan Kaki, Universitas Hasanuddin (Unhas) 2024 lalu. Dikutip dari situs resmi Aliansi Jurnalis Independen (AJI), 5 (lima) orang Pengurus UKPM Catatan Kaki ditangkap secara sewenang-wenang dan dibawa ke Polrestabes Makassar oleh sejumlah aparat kepolisian setempat tanpa menunjukkan Surat Penangkapan. Mereka ditangkap karena meliput aksi protes pelecehan seksual yang dilakukan oleh Firman Saleh, dosen Fakultas Ilmu Budaya Unhas.

UAPM Inovasi pun tak lepas dari bayang-bayang represi, beberapa kasus represi yang dialami oleh UAPM Inovasi, yaitu penyensoran dan pemberedelan oleh Kemahasiswaan terhadap liputan Majalah INOVASI tentang korupsi pembebasan lahan kampus 3 tahun 2017 dan ancaman pembubaran UAPM Inovasi, intimidasi takedown oleh Kemahasiswaan terhadap esai dan liputan PBAK tentang UKT mahal dan transparansi anggaran UKT dalam website dan Buletin Patriotik tahun 2019, dan intimidasi takedown oleh Rektorat terhadap liputan website dan Majalah Inovasi tentang kekerasan seksual yang dilakukan dosen Humaniora tahun 2019.

Empat belas, empat belas orang yang sangat kusyukuri adalah seluruh awak yang namanya tercantum di UAPM Inovasi. Aku pun tak berharap jumlah ini bertambah atau berkurang, aku berharap setidaknya kerja-kerja dan kode etik jurnalistik tak akan pernah kami langgar. Sayang beribu sayang, saat ini, saat kami mencoba bertahan memihak kesadaran hati nurani, datanglah “Abu Lahab” di lingkungan kampus yang menyalahkan tanpa membaca karya dan produk kami, mengoreksi tanpa prosedur hak koreksi dan hak jawab, mempertanyakan apa kami tak ada kerjaan lain selain mengurus urusan orang lain?Atau mungkin, memang semua yang anak pers mahasiswa lakukan adalah hal yang salah dan tak normal? Kalau begitu, izinkan aku bertanya.

Apa aku tak normal, ketika aku sakit hati melihat keluarga korban Tragedi Kanjuruhan?

Apa aku tak normal, ketika aku sakit hati melihat perempuan dilecehkan dan justru disalahkan dengan dalih tak pandai jaga diri?

Apa aku tak normal, ketika aku kesal atas pemangkasan dana besar-besaran untuk fasilitas penyandang disabilitas?

Apa aku tak normal, ketika aku sakit hati melihat air mata jatuh selain dari mataku sendiri?

Apa aku tak normal, ketika aku ingin bergerak untuk “ikut campur” urusan para korban dan berusaha memberitahu, kalau masih ada yang di pihak mereka?

Jika iya, semoga Tuhan berkenan memperbanyak makhluk tak normal.

Aku sendiri bukan anak persma yang sempurna, dibandingkan dengan teman-teman persma lainnya. Maka, aku salah satu yang pemalas, namun ternyata, si pemalas ini pun masih mendapat pujian berupa “Kok semangat sih ngurusin hidup orang?” Melek isu adalah langkah awal untuk mengurusi hidup orang dan kesadaran hati nurani adalah pilihan yang selalu tersedia untuk diambil. Jangan halangi orang lain yang ingin memilihnya. Aku ingin memilihnya, pastinya sulit, atau bahkan di lingkungan kalian itu juga tak normal. Aku sendiri masih berusaha mencapai tahap tak normal itu.

Maafkan aku yang tak punya Senapan Barrett M82 untuk menembak kepala pelaku kekerasan seksual dan koruptor, aku pun jika punya, tidak pandai dalam menggunakannya. Aku pula tak punya uang senilai 271 Triliun untuk membiayai pendidikan rakyat Indonesia. Aku hanya punya pena dan kertas, sehingga yang kulakukan hanyalah berperang menggunakan dua senjata ini. Jadi teringat pepatah dari Arab, “Kamu bisa mengubah dunia hanya dengan kata-kata”.

Oh iya, waktuku sudah habis. Silakan, sekarang giliran kalian yang bicara.

(Visited 117 times, 1 visits today)

Last modified: 15 Maret 2025

Close