Written by UAPM Inovasi 19:35 Berita, Berita Malang, Nasional

Tuntutan Kepada Pemerintah Soal Kendeng Harus Selalu Diteriakkan

Tuntutan agar pemerintahan Jokowi-JK menghentikan izin operasi PT Semen Indonesia yang merampas ruang hidup warga, utamanya di Kendeng, disampaikan oleh Aliansi Malang Peduli Kendeng (23/3). Berpakaian hitam, massa aksi menyerukan tuntutan-tuntutannya di depan Kantor DPRD Kota Malang. Membelakangi Monumen Tugu, sesekali mereka bernyanyi, mengamini orasi, dan membacakan puisi. “Dasar kau pejabat. Hobinya bikin rakyat melarat. Bisanya bikin rakyat sekarat. Sukanya menurunkan semangat rakyat,” dengan menggunakan megaphone Abdul Hafidz Ahmad membacakan puisi setelah sebelumnya memperkenalkan diri. Ia mengaku turun ke jalan bukan demi kepentingan organisasi, ia hanya buruh di merjosari. “Siapa yang kau bela? Bukan rakyat melarat. Tapi para penjahat. Kerjamu giat hanya untuk para korporat dan konglomerat,” puisi Hafidz belum selesai.

Tuntutan yang disampaikan Aliansi bukan tanpa alasan. Dalam press release, mereka menyebut Jokowi merupakan pemberi kuasa kepada menteri yang mewakili pemerintah Indonesia sebagai pemegang saham terbesar PT Semen Indonesa. 51% dari keseluruhan saham dimiliki oleh negara, sedang 49% sisanya menjadi milik swasta. Selain itu, pemerintah Jokowi-JK juga dituntut untuk menghentikan proyek infrastruktur yang mengusir dan meminggirkan rakyat dari ruang hidupnya.

Sayangnya, saat petani Kendeng akhirnya memiliki kesempatan untuk berdialog langsung dengan Presiden RI, joko Widodo, petani kendeng harus keluar dari istana negara dengan membawa kekecewaan. “Sikap Presiden Jokowi sampai sekarang belum ada perubahan,” ujar Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Teten Masduki, yang dilansir kompas.com pada Senin (20/3). Sama seperti pertemuan dengan masyarakat Kendeng, awal Agustus 2016 lalu, Presiden Jokowi masih menunggu hasil Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) yang dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup.

“Ditanyai solusi kau tepuk jidat. Ditemuin kau kirim aparat. Jangan lupa kau lahir dari rahim rakyat. Jangan dustai rakyat,” puisi Hafidz berlanjut.

Dalam aksinya, Aliansi Malang Peduli Kendeng mencoba menyuarakan bahwa kini Tanah Habis di Negeri Agraris. Mereka juga beranggapan pemerintah terlalu memaksakan diri dengan cita-cita pembangunan. Sehingga masyarakat yang memiliki hak atas kelangsungan hidup di daerahnya terpinggirkan. Untuk itu Fahrudin, salah satu anggota aksi, mendesak pemerintah untuk melakukan reformasi agraria secepat-cepatnya. “Republik Indonesia tidak membela kepentingan orang banyak. Pemerintah tidak membela kepentingan rakyat. Masyarakat miskin kota butuh untuk dibela,” teriak Fahrudin, saat berorasi di depan massa aksi. Senada dengan Hafidz ia juga enggan disebut turun ke jalan untuk mewakili instansi. Semangatnya menyuarakan Kendeng Lestari murni karena alasan pribadi. Ia lahir sebagai putra dari petani.

Fahrudin berharap perjuangan petani Kendeng bisa menjadi lecutan bagi petani-petani di daerah lain yang mengalami konflik serupa, agar bisa sama-sama berjuang. Menurutnya, ketika ketidakadilan hadir di tengah-tengah petani, mereka harus bangkit dan melawan. “Kalau kita terus menghamba pada penguasa ya ketidakadilan itu akan terus ada,” jelas pria yang juga pegiat di Malang Corruption Watch (MCW) tersebut.

Tidak sedikit massa aksi yang mendeklarasikan diri bahwa mereka berpartisipasi atas kesadaran mereka sendiri. Hal ini tak dipungkiri oleh Mohammad Iqbal, koordinator lapangan aksi solidaritas Malang Peduli Kendeng. Menurut Iqbal, aksi ini awalnya diinisiasi oleh 19 organisasi di Malang, yang tidak memandang latar belakang ideologi organisasi. “Bagaimanapun kita tidak peduli, baik dia kiri maupun kanan, karena menurut kami ini sudah merupakan persoalan kronis,” paparnya.

Bagi Iqbal, Kendeng hanya satu dari sekian banyak kejahatan agraria yang tengah terjadi di Indonesia. Ia juga menyayangkan kejahatan agraria yang dilakukan dengan dalih memperbaiki kondisi perekonomian. “Ini yang sangat dikhawatirkan banyak pihak, termasuk mahasiswa,” tambahnya. Selanjutnya, masih menurut Iqbal, mereka mempersiapkan dengan mengkaji terlebih dahulu persoalan agraria dari konteks hukum dan mempelajari proses perjuangan petani Kendeng sebelum turun ke jalan.

Iqbal beranggapan, tidak menutup kemungkinan gerakan peduli kendeng ini menjadi lebih masif dan menjadi gerakan besar, jika mahasiswa mau berperan banyak sebagai agen yang merebut perubahan. Besar harapan Iqbal agar masyarakat secara umum dan mahasiswa khususnya lebih peduli terhadap isu-isu yang berkaitan dengan konflik agrarian. “Ini bukan soal saya membela karena keluarga saya petani. Ini juga buka persoalan saya membela karena saya mahasiswa, tapi ya kita ini manusia,” papar mahasiswa yang mengaku bukan putera seorang petani ini. Gerarakan membela petani, menurutnya harus menjadi gerakan kemanusiaan, karena harkat manusia tak lain adalah memanusiakan manusia. [Latifatun Nasihah]

(Visited 23 times, 1 visits today)

Last modified: 27 Maret 2017

Close