Written by Rakhan Wardhanni 12:54 Berita, Berita Malang

Mengenang Tragedi Kanjuruhan: Doa Keluarga Korban untuk Keadilan dan Memprotes Renovasi Stadion

Sabtu (16/09) sore, keluarga korban tragedi Kanjuruhan dan masyarakat berkumpul dan menggelar doa bersama di Stadion Kanjuruhan, untuk mengenang setahun tragedi tersebut serta menyuarakan tuntutan akan keadilan. Mereka juga turut memprotes terhadap rencana renovasi stadion yang dianggap dapat menghapus bukti-bukti penting tragedi ini.

Sunari, seorang warga Sumber Pucung sebagai orangtua Mayang Agustin, salah satu korban tragedi Kanjuruhan, mengungkapkan kekecewaannya terhadap renovasi stadion yang sedang berlangsung. “Kami merasa kecewa karena pemerintah sepertinya berusaha menghilangkan barang bukti di tempat kejadian,” ujarnya.

Sunari menganggap bahwa pemerintah saat ini justru lebih memprioritaskan renovasi stadion daripada mencari keadilan bagi keluarga korban. Dia juga mengungkapkan frustasi sebagian keluarga korban karena upaya dialog mereka dengan pihak yang berwenang tidak membuahkan hasil yang jelas.”Sudah [mencoba dialog], tapi agak kurang jelas. Saat diundang untuk reuni dan berdoa bersama, tiba-tiba kami tahu bahwa stadion ini sudah direnovasi, jadi jika dikatakan kami merasa kecewa, memang benar.” jelas Sunari sembari menambahkan bahwa informasi tentang renovasi stadion datang begitu tiba-tiba dan tanpa pemberitahuan sebelumnya.

Para pekerja melakukan pembongkaran renovasi Stadion Kanjuruhan yang dilakukan di dekat pintu masuk utama kanjuruhan gate 7-11 (16/09). Foto Oleh Rakhan Wardhani/UAPM INOVASI

Di tengah berjalannya proses renovasi Stadion Kanjuruhan, Laporan Model B yang menjadi harapan terakhir keluarga korban untuk menuntut keadilan malah dibatalkan oleh Kapolres Malang. Dalam press release yang dikeluarkan oleh kepolisian (08/08) menyebut bahwa pasal pembunuhan dan pembunuhan berencana yang usulkan oleh keluarga korban tidak dapat memenuhi unsur-unsurnya. Sehingga, Sunari merasa pembatalan tersebut belum terlalu jelas. Baginya, dibatalkannya Laporan Model B dan dipercepatnya rencana renovasi Kanjuruhan, membuat dirinya keheranan, “Sulit untuk menentukan apa yang akan terjadi selanjutnya dalam proses peradilan,” katanya.

Baca juga: Luka, Harapan dan Ingatan Mariyati dari Desa Pakel

“Dengan kejadian itu ya mas, merasa setelah kejadian itu orang menjadi takut, seolah sejarah itu gak berubah, tapi berulang, ketika aku waktu kelas 1 SD juga banyak orang yang ditangkap. Jadi aku merasa sejarah itu berulang lagi, berulang lagi, gak berubah. Berulang lagi ke anak-anaknya besok mas.”

Menanggapi kasus renovasi Kanjuruhan, Nurhidayat, orang tua korban dari Jofan Varelino berusia 16 tahun, menyerukan agar pihak berwenang  menghormati pendapat keluarga korban yang menolakan renovasi Kanjuruhan. “Seluruh instansi, seluruh pimpinan, seluruh kedaulatan, dan keluarga korban, semuanya bersikeras menuntut penolakan renovasi,” ungkapnya.

Nurhidayat menambahkan dengan adanya renovasi justru akan mempersempit kesempatan banyak pihak untuk mengungkap kejelasan tragedi kanjuruhan ini, karena barang buktinya berpotensi akan hilang. “Renovasi tersebut berpotensi menghapus jejak-jejak dan menghilangkan semua bukti dari kebiadapan yang terjadi,” demikian Nurhidayat menambahkan.

Selain berharap agar keluarga korban dihormati, Midun, salah satu peserta acara,  menyatakan empati dan dukungannya. “Kan ada waktu pendaknya ya setahun hitungan jawa. Bentuk ikut mendoakan hari-hari penting setelah kematian,” katanya.

Harapan Dan Upaya Keluarga Korban

Ketika ditanya tentang langkah selanjutnya setelah pembatalan laporan Model B dan terus berlanjutnya renovasi stadion, Sunari bersikeras mencari keadilan untuk kasus Tragedi Kanjuruhan. Salah satu langkah yang akan diambil adalah bertemu dengan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Komisi III di Jakarta. “Insyaallah setelah selamatan anak kita ini, kami akan menuju Jakarta untuk menemui Komisi 3. Kami berharap dapat mengungkapkan aspirasi kami melalui undangan yang kami terima,” ujarnya.

Sunari juga berharap, meskipun renovasi Stadion Kanjuruhan tetap dilakukan, sebuah monumen pengingat dibangun di tempat ini sebagai sarana pembelajaran bersama untuk mengenang korban tragedi Kanjuruhan, terutama di Kawasan Stadion Pintu 13. “Kami mengalah. Namun, saya ingin sangat menekankan agar tolong dipertimbangkan pembangunan museum atau monumen di sini,” jelasnya.

Baca Juga: Malang Belum Usai, Malang Masih Berjuang

“Sangat kecewa, mereka tidak tahu, padahal kami itu memperjuangkan hak-hak mereka juga,” ungkap Devi Athok, salah satu keluarga korban, 
Bambang Lismono Melakukan Konferensi Pers (16/09). Foto Oleh Ajmal Fajar Sidiq/UAPM INOVASI

Bambang Lismono, orang tua Putri Lestari yang berusia 21 tahun dan tinggal di Desa dan Kecamatan Turen, juga berbicara dalam acara pengenangan tragedi Kanjuruhan. Ia memohon kepada kepolisian Jawa Timur untuk mempercepat penanganan kasus Kanjuruhan dan memberikan perlakuan yang adil. “Kami berharap agar mereka mempercepat dan memperlancar penanganan kasus Kanjuruhan sehingga kami dapat menerima perlakuan yang adil,” ujarnya.

Nurhidayat juga mengungkapkan harapannya menjelang 1 Oktober nanti, demi menghormati tragedi kanjuruhan dan pihak berwenang yang masih ingin melajutkan renovasi kanjuruhan, berharap agar tidak menggelar kompetisi liga terlebih dahulu. “Satu lagi, karena ini tragedi internasional, saya mohon, per 1 oktober untuk ditiadakan pertandingan sepak bola di seluruh indonesia, demi menghormati keluarga korban,” ungkapnya.

Sunari menambahkan, keinginannya yang lain, yaitu agar pihak kepolisian, menjelang 1 Oktober nanti, segera membuat pengakuan tentang penggunaan gas air mata. “Yang saya inginkan adalah keadilan yang sederhana, seperti pengakuan bahwa penggunaan gas air mata oleh pihak kepolisian, khususnya, adalah tindakan yang salah, dan mereka berani mengakui kesalahan mereka serta bersedia bertanggung jawab,” pungkasnya. []

Editor: Wildan Firdausi

(Visited 233 times, 1 visits today)

Last modified: 18 September 2023

Close