Written by Ajmal Fajar Sidiq 15:57 Opini

Kiat-Kiat PBAK 2022 Demi Maba yang Sejahtera

Saya adalah Mahasiswa Bahasa dan Sastra Arab UIN Malang. Saat pertama kali masuk UIN Malang, ingatan saya rinci betul jika bercerita mengenai Perkenalan Budaya Akademik Kampus (PBAK) pada awal tahun saya di kampus. Misalnya pada hari kedua, di samping Gedung B sisi yang menghadap Gedung Soeharto, saya melihat teman jurusannya sedang cekcok. Sambil mengamati, saya sadar ternyata cekcok itu berasal dari tindakan panitia PBAK yang sedang menyita gawai peserta. Alasannya gawai membuat peserta tidak fokus akan acara pekenalan itu. Beruntungnya, saya sedang tak memakai gawai, rokok yang saat jam kosong saya bawa pun disembunyikan di balik celana. Sebab saat itu, selain ada penyitaan gawai juga ada penyitaan rokok. Untuk kasus rokok alasannya tak jelas.


Beruntung peserta saat itu tak kunjung diam. Dalam lansiran berita UAPM Inovasi yang berjudul “Keamanan PBAK-U Menyita Ponsel Maba Tanpa Intruksi”, lebih dari tiga jam peserta yang gawainya raib disita mendatangi kantor Dewan Eksekutif Mahasiswa Universitas (DEMA-U). Mereka menuntut agar gawai mereka dikembalikan. Annisa Fadilatur Rahmah setengah kesal berkata, “kalau tau kayak gini, ya aku gak usah bawa hp,” keluhnya dalam berita yang sama.


Kejadian ini juga tak hanya terjadi di UIN Malang. Di Universitas Gajah Mada (UGM), bahkan beberapa pekan lalu di acara yang sama ditengarai memiliki pola yang sama. Mahasiswa dideretkan menjadi seragam dengan topi petani sebagai simbol pembelaan yang seolah-olah menandakan kerakyatan, agen perubahan, sobat petani dll. Alamak, padahal kesenjangan antara dunia agraris dengan dunia kelas menengah Mahasiswa sangat kentara jenjang kelasnya. Hanya sedikit mahasiswa yang bersedia “melihat langsung persoalan kehidupan” kata Rendra. Kecuali mereka yang bersedia bunuh diri kelas (baca: Indoprogress bunuh diri kelas).


Bayangan simbolik tahunan ini tak ubahnya saat  Hoogere Burgerschool (HBS) menyeragamkan ilmu pengetahuan pribumi demi kepentingan hegemoni kolonial. Beruntung pada era yang sama, Ki Hajar Dewantara membuat Pendidikan tandingan dan alternatif yang jauh lebih egaliter dan tak menyeragamkan dengan Sekolah Rakjatnya. Padahal seharusnya sebagai birokrasi kampus, mereka mengetahui dengan segala tetek bengek teorinya bahwa Pendidikan dan ilmu pengetahuan tidaklah netral. Pengetahuan berpihak, dan kepada siapa berpihak boleh kita kembalikan kepada diri masing-masing. (Baca: Micheal Foucalt, Pengetahuan dan Kekuasaan).


“Apa guna pintar jika tetangga masih miskin,” kata Jason Ranti. Tapi apa guna juga berharap hal ideal ala Hegelian tanpa mengetahui basis materialnya seperti Marx. Maksudnya adalah tugas kita barangkali hanya mencari alternatif yang berguna pada kehidupan kita selama menjadi mahasiswa. Mencari ilmu pengetahuan dengan baik dan bukan doktrin politik pengetahuan. Tentu, saya menyadari bahwa kampus bukanlah tempat ideal untuk mencari ilmu. Bahkan saat perhelatan lembaga yang saya ikuti, mewadahi forum publik Pemilihan Mahasiswa (Pemilwa) 2022, Lembaga itu disomasi. Alternatif pertukaran ilmu pengetahuan justru dianggap sebagai forum huru hara. Bagi saya, kampus tak ubahnya seperti acara audisi Stand Up Comedy yang sempat saya ikuti pada tahun 2019. Meskipun saat itu saya kalah telak.


Agaknya di PBAK 2022, sayang bila tak ada tempat berbagi pengalaman. Berikut 5 kiat menghadapi kakak tingkat garang saat PBAK.


  1. Menjadi Maba Lugu


Lelaku lugu mungkin menjadi lakon konyol bagi beberapa orang. Seringkali menjadi lugu dikaitkan sebagai bentuk ketidakdewasaan atau bersikap seperti anak kecil. Agaknya kita dapat melihat aspek lain dari cara bersikap lugu. Tentu kita tak ingkar bahwa kita seringkali merindukan menjadi sosok anak kecil, masa saat bisa tertawa riang tanpa beban. Fenomena belakangan bahkan menyadarkan kita bahwa menjadi dewasa tak selalu nyaman, misalnya tampak pada mencuatnya meme takut tambah dewasa dari lagu dengan judul yang sama. Sampai sini mari kita sepakati jika ini perlu.


Dalam teori Psikologi Perkembangan secara umum menjelaskan jika anak berusia 1 – 7 tahun adalah fase yang dikategorikan sebagai fase anak kecil. Ada fase Balita dan fase beranjak remaja. Kita boleh sangsi, apakah metode ini efektif dterapkan mengatasi kakak tingkat galak. Tapi kitab oleh jujur, kakak mana yang tak takluk saat melihat adiknya menangis.


Ada buah karya novel menarik dari tangan Antonnie-Saint. Judulnya adalah pangeran kecil. Tokoh utama adalah pangeran kecil yang mengembara seluruh planet di galaksi ini. Suatu waktu, ia terdampar di planet gersang penuh hamparan padang pasir. Planet itu Bernama B-213. Saat terdampar, ia bertemu pelancong planet yang juga berasal dari bumi yang jatuh akibat pesawat ulang aliknya rusak. Mereka bertemu dan lalu mengembara bersama.


Hidup di tengah pengembaraan bersama anak kecil, si Pelancong belajar hal baru. Pada adegan pertama misalnya, pangeran kecil bertanya kepada pelancong tentang gambar yang ia buat dalam lembar kertas putih. Gambar itu berbentuk Domba, saat pelancong menebak bahwa itu gambar Domba, pangeran protes. Pangeran bersikukuh bahwa yang ia gambar adalah hewan lain saya lupa tepat gambarnya. Adegan cekcok antara Pangeran dan Pelancong terus terjadi hingga cerita berakhir. Setiap perjalanan yang mereka singgahi, salah satunya adalah Bumi, pangeran selalu mengomentari tindak laku orang dewasa. Misalnya adalah penulis yang berada di bumi. Dengan lugu ia bertanya, apa sebenarnya tujuan dari penulis itu. Sepanjang hari pulang-pergi hanya untuk menuis, apa tak ada agenda lain yang jauh lebih penting katanya.


Betapa Novel itu mengamati hal sederhana namun masuk ke inti masalah. Hal sederhana yang selalu luput dari kaca mata orang dewasa. Boleh jadi ini sangat efektif ketika nanti Maba 2022 menemui narasi bahwa mahasiswa harus membawa perubahan sosial, agen perubahan sosial, sementara di sampingnya ada teman jurusan yang kesulitan bayar UKT. Kita dengan lugu boleh bertanya, apakah benar bila kita menjadi mahasiswa harus aksi dan revolusi?


  1. Memahami Kebutuhan Diri


Hal sederhana. Kebutuhan diri saat Maba menjadi Mahasiswa yang terikat dengan regulasi kampus seringkali luput dari pekan perkenalan akademik awal. Misalnya adalah saat orang tua bekerja banting tulang menjadi Pembantu Rumah Tangga (PRT) yang upah bulanannya tak setara dengan UKT yang diperoleh dan tak tahu alasannya apa. Sementara pada perkenalan akademik kita disusupi kebutuhan yang mungkin dibutuhkkan tapi jauh dari pandangan, seperti menjadi nabi di masyarakat agar mereka sejahtera. Agaknya memahami kebutuhan diri dapat membuat situasi perkenalan jauh lebih penting.


Saat kebutuhan diri diketahui. Hal ini akan jauh lebih mempermudah Maba 2022 untuk menangkis amarah kakak tingkat galak sebab kita dapat memilah mana yang lebih berguna untuk kehidupan kita selama menjadi Mahasiswa di kampus.


  1. Membuat Shitpost


Salah satu metode paling ampuh untuk meredam kekesalan terhadap gejala janggal adalah membuat shitpost. Profesor kajian media, Jessica Myricik, dalam lansiran catatan, “Menertawakan Hidup dengan meme” Jessica meneliti bahwa meme menunjukkan memiliki dampak positif sebagai rangsangan emosi untuk pembuatnya. Dalam kata lain, shitpost menjadi metode yang patut diuji guna mengekspresikan amarah terhadap siapa saja yang tak memiliki kuasa politik. Kakak tingkat seringkali menggunakan narasi senioritas guna menjejali mulut Maba agar patuh. Setidaknya dengan Shitpost relasi kuasa yang tinggi dapat diatasi meski hanya sekedar wadah penyaluran emosi.


  1. Berdoa sesuai kepercayaan masing-masing


Metode yang patut diuji yang lain adalah berdoa. Berdoa adalah ekspresi demokrasi paling mungkin dilakukan saat seseorang penuh tekanan. Soal keperayaan boleh kita tentukan sendiri. Kalimat doa pun bisa kita bentuk dengan sekreatif kita. Boleh kita mengutip doa nabi-nabi yang sedang dilanda konflik, misalnya adalah nabi doa Yunus saat ditelan paus, atau kita menyelipkan sumpah serapah di dalam doa juga tak masalah. Konon, menurut banyak petuah ulama, berdoa adalah senjata ampuh untuk meredam emosi.


  1. Memuji Kakak Tingkat Galak


Hal terakhir ini setidaknya bisa jadi alternatif tambahan. Saat kita menemui kakak tingkat yang galak, ada baiknya kita memuji cara dia mengekspresikan karakter garangnya. Bentuknya bisa apa saja. Menurut penempatan rating tertinggi, salah satu kalimat yang sering ditemui adalah seperti, “Kak, cool bet deh kalo marah”. Maksudnya adalah kita memuji bahwa bentuk ekspresi garangnya menunjukkan simbol bentuk kehebatan. Kejantanan dan lain semacamnya. Amarah siapa yang tak luruh dengan pujian?. Sebab mungkin masa lalu kakak galak adalah calon taruna yang ditolak akibat kekurangan tinggi badan dan semacamnya. Masih ada bekas logika militer di dalam kepalanya, dan tentu militer adalah superhero kehidupan. Ada baiknya kita memuji hal tersebut. []


Ilustrasi : Eza

(Visited 86 times, 1 visits today)

Last modified: 21 Agustus 2022

Close